Busyro: Kami Terus Lakukan Koordinasi
SLEMAN – Dukungan terhadap Kejati DIJ menuntaskan sejumlah kasus dugaan korupsi yang terjadi di Bantul disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Lembaga antikorupsi itu mengapresiasi langkah yang sudah dilakukan Kejati selama ini. “Kami terus koordinasi,” ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas usai menjadi pembicara dalam diskusi bertema “Jihad Melawan Korupsi” yang digelar Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) DIJ di Asrama Haji Jalan Lingkar Utara, kemarin (9/6).
Busyro mengungkapkan itu setelah ditanya Ketua Masyarakat Transparansi Bantul (MTB) Irwan Suryono yang mengikuti diskusi tersebut.
Setelah diskusi, Irwan sempat mempertanyakan langkah-langkah KPK dalam menangani kasus Bantul.
Secara panjang lebar, mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) ini menyatakan, dari sejumlah perkara Bantul yang pernah diselidiki lembaganya ditemukan adanya penyimpangan. Selain ada perbuatan melawan hukum, KPK juga menemukan unsur kerugian keuangan negara.[1]
Dari perhitungan KPK, nilainya kurang dari 1 miliar. Padahal sesuai UU, KPK hanya berwenang menyidik perkara korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara minimal Rp1 miliar. Karena itu, KPK memutuskan melimpahkannya ke Kejati DIJ. Harapannya, Kejati yang akan memproses perkara tersebut hingga ke pengadilan. ”Untuk itu kami lakukan koordinasi dengan Kejati,” terang pria yang pernah menjabat dekan FH UII ini.
Meski demikian, Busyro tak merinci perkara apa saja yang telah ditemukan unsur kerugian keuangan negara tersebut. Hanya saja dari catatan Irwan, ada sejumlah perkara yang pernah dilaporkan ke KPK. Di antara kasus alih kelola Radio Bantul Rp1,7 miliar, kasus tukar guling[2] tanah kas Desa Bangunharjo dan beberapa kasus lainnya.
Irwan mengucapkan terima kasih dengan penjelasan Busyro itu. Ia juga berharap agar KPK juga memberikan atensi[3] terhadap kasus hibah[4] Persiba[5] Bantul Rp12,5 miliar yang sedang ditangani Kejati. “Dukungan KPK cukup penting demi tuntasnya kasus Bantul dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” harapnya.
MTB lanjut Irwan, juga menaruh harapan agar penyelidikan kasus Persiba dapat segera dinaikkan ke tahap penyidikan. Dari pengamatannya, indikasi penyimpangan kasus tersebut cukup kuat. ”Harapan kita, kasus Persiba hanya soal waktu saja,” tutur Irwan.
Di sisi lain, sejak akhir Mei lalu, secara maraton[6] penyidik Kejati telah memeriksa sejumlah saksi yang mengetahui pengadaan alat kesehatan (Alkes) RS Jogja. Saksi yang dipanggil sudah belasan orang. Mereka berasal dari rumah sakit hingga rekanan.
“Untuk tersangka[7] belum, nanti paling terakhir,” kata Kasi Penkum pada Assintel Kejati DIJ Purwanto Sudarmaji S.H. kemarin”.
Selain memanggil belasan saksi, dalam waktu dekat tim penyidik[8] segera meminta bantuan lembaga auditor[9] guna menghitung nilai kerugian keuangan negara. Langkah ini untuk mempermudah kerja penyidik menuntaskan kasus tersebut. “Lembaga auditornya belum diputuskan, apakah BPK atau BPKP[10],” papar Purwanto.
Dalam pengusutan pengadaan Alkes, penyidik telah menetapkan dua tersangka. Hanya saja, Purwanto enggan membeberkan identitas dua tersangka tersebut. Alasannya demi penyidikan yang tengah ditangani empat orang penyidik.
“Nanti dulu ya. Setelah saksi selesai diperiksa semua, identitas tersangka pasti kami sampaikan ke publik[11],” kilah Jaksa asal Imogiri ini.
Dari penelusuran Radar Jogja, dua tersangka itu berinisial BS seorang pejabat di lingkungan RS Jogja dan JH yang disebut-sebut dari rekanan. Pengusutan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya penyimpangan dalam pengadaan Alkes senilai Rp5 miliar yang bersumber dari APBN Perubahan 2012.
Kadiv Pengaduan Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin M. Kamba mengapresiasi kinerja Kejati. ”Banyak pejabat yang bermain ketika melakukan pengadaan barang. Modusnya, biasanya mereka bermain mata dengan rekanan atau rekayasa[12] peserta pengadaan,” kata Baharuddin. (mar/kus/nn)
Sumber: Radar Jogja, 10 Juni 2013
[1] Pengertian kerugian keuangan negara berdasarkan Penjelasan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.
Berdasarkan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
[2] Tukar guling adalah tukar lalu yang berarti bertukar barang dengan tidak menambah uang(KBBI). Dalam Pasal 1541 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tukar guling adalah suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberi suatu barang secara bertimbal balik, sebagai gantinya atas suatu barang.
[3] Atensi adalah perhatian atau minat (KBBI).
[4] Hibah adalah pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain (KBBI).
[5] Persatuan Sepak bola Indonesia Bantul.
[6] Maraton adalah terus menerus (tanpa berhenti) (KBBI).
[7] Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
[8] Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
[9]Auditor adalah pengaudit. Audit adalah pemeriksaan pembukuan tentang keuangan (perusahaan, bank, dsb) secara berkala (KBBI).
[10]Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
[11] Publik adalah orang banyak atau umum (KBBI).
[12] Rekayasa adalah rencana jahat atau persekongkolan untuk merugikan pihak lain (KBBI).