BPK Soroti Pembelian Hotel Mutiara

YOGYA (KR) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti langkah Pemda DIY yang membeli Hotel Mutiara. Pembelian yang dilakukan tahun lalu tersebut menghabiskan anggaran Rp170 miliar.

Selain itu, sorotan juga diberikan perihal pembangunan tanggul di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan. Sorotan dan rekomendasi tersebut disampaikan Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan DIY tahun anggaran 2020 pada DPRD dan Gubernu DIY di Gedung DPRD DIY, Kamis (22/4).

Agus menjelaskan, berdasarkan temuan BPK pada penanggaran dan pengadaan lahan Hotel Mutiara 1-2 Oktober 2020 dianggap belum memadai.

“BPK meminta Pemda DIY segera menyusun rencana pemanfaatan Hotel Mutiara. Termasuk penganggarannya yang bersumber dari dana keistimewaan tersebut. Sedangkan untuk TPST Piyungan, kami merekomendasikan Pemda DIY segera menyusun kajian teknis atas proyek pengolahan limbah lindi,” jelasnya.

Selain dua hal itu, BPK juga menyoroti rencana strategis pembangunan kawasan pariwisata DIY. Sesuai RPJMD 2017-2020, DIY menargetkan menjadi kawasan wisata ternama di Asia Tenggara. “Hanya saja rencana detail induk pengembangannya belum dibuat secara spesifik, termasuk koordinasi dengan kabupaten lain, seperti Sleman dan Gunungkidul,” ujarnya.

Hingga semester kedua 2020, BPK memberikan 1.084 rekomendasi kepada DIY. Dari jumlah tersebut 81,87 persen atau 858 sudah ditindaklanjuti. Angka tersebut lebih tinggi dibanding angka nasional yang rata-rata 63 persen.

Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengakui ada kelemahan sistem pengendalian internal dari yang direkomendasikan BPK. Meski demikian, rekomendasi tersebut akan segera ditindaklanjuti.

“Temuan akan segera kami tindaklanjuti dan menjadi bahan evaluasi perbaikan sistem keuangan daerah,” katanya.

Sementara itu Ketua DPRD DIY Nuryadi menyatakan, jika DPRD tidak pernah dilibatkan dalam pembelian Hotel Mutiara. Meskipun menggunakan dana istimewa, secara etika Pemda DIY tetap harus berkomunikasi dengan DPRD.

“Kalau komisi tidak tahu. Jika sampai komisi juga tidak diajak bicara, ini petaka bagi kita. Sampai 11 kali WTP tapi kok rekomendasikan banyak banget. Saya kira ada sesuatu,” ungkapnya. (Awh/Bro)-f

Selengkapnya: Tautan