Proyek Tol di DIY Telan Biaya Rp34 Triliun

TOL DI DIY

Abdul Hamid Razak & Jalu Rahman
Dewantara

redaksi@harianjogja.com

Pemerintah menganggarkan Rp34 triliun untuk pembangunan tol yang menghubungkan Jogja- Bawen-Solo-Kulonprogo.

Berdasarkan situs bpjt.go.id dua ruas jalan tol di DIY baik Jalan Tol Jogja-Bawen sepanjang 77 Km dan Jalan Tol Solo-Jogja- Kulonprogo sepanjang 91,93 Km akan dilelang tahun ini. Nilai investasi untuk Jogja-Bawen direncanakan Rp13,56 triliun sementara untuk Solo Jogja Kulonprogo sebesar Rp20,46 triliun.

Jalan tol di DIY itu akan dilelang setelah izin penetapan lokasi (IPL) selesai. Sampai saat ini, proses IPL masih berlanjut. Masyarakat diminta untuk menangkap peluang dari rencana pembangunan tol di wilayah DIY. Pasalnya, pembangunan tol tersebut diharapkan mampu menumbuhkan perekonomian baru di sebuah kawasan.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP-ESDM) DIY Hananto Hadi Purnomo menjelaskan titik- titik tol yang ditetapkan tersebut bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dia mencontohkan keberadaan exit toll di wilayah Maguwoharjo, Sleman. Di kawasan ini, banyak lokasi wisata dan industri, termasuk keberadaan Stadion Maguwoharjo.

“Bahkan ada rencana Kabupaten Sleman akan membentuk Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] Pariwisata di sekitar [exit toll]. Nah keberadaan exit toll ini salah satu tujuannya untuk menumbuhkan ekonomi baru disebuah kawasan,” katanya, Jumat (13/9).

Contoh lainnya, lanjut Hananto, exit toll yang akan dibangun menuju KEK Industri di wilayah Sentolo, Kulonprogo.

Apalagi Pemkab Kulonprogo juga berencana untuk memindahkan ibu kotanya menjadi Wates Baru yang difasilitasi dengan keberadaan exit toll. Pertumbuhan kawasan ekonomi juga diperkirakan muncul juga di sekitar junction toll (simpang susun tol) di wilayah Seyegan, Sleman.

“Penentuan trase tol ini luar biasa lamanya. Sebab kami mengawal kebijakan Gubernur agar tol tidak berdampak negatif bagi masyarakat Jogja. Oleh karenanya, kami berharap agar masyarakat dan pemerintah setempat bisa menyiapkan peluang untuk membangun kawasan ekonomi baru,” katanya.

Dibangunnya tol di atas Ring Road, katanya, menjadi pilihan yang ideal. Selain meminimalisasi pembebasan lahan, bangunan jaringan tol di lokasi tersebut juga dinilai tidak menabrak sumbu filosofis DIY. Terdapat perbedaan antara sumbu filosofis dengan garis imajiner. Sumbu filosofis membentang dari Tugu Pal Putih, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga Panggung Krapyak. Sementara garis imajiner membentang dari Merapi, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga Laut Selatan. “Yang tidak boleh ditabrak itu sumbu filosofis. Jadi meskipun tol berada di atas Ring Road, itu tidak memotong sumbu filosofis itu,” katanya.

Penlok sendiri, kata Hananto, ditetapkan sesuai dengan RTRW baik pusat maupun daerah. Adapun detail engineering design (DED) akan muncul setelah lelang selesai. “Untuk lelang sendiri menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Kami bertugas untuk mengawal agar rencana pembangunan tol sesuai dengan kebijakan yang digariskan oleh Gubernur,” katanya.

Pengembangan Ekonomi

Rencana kehadiran exit toll yang salah satunya menuju ke KEK Sentolo, Kulonprogo, diharapkan bisa memberi kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan ekonomi di Kecamatan Sentolo. Harapan tersebut disampaikan Camat Sentolo, Harapan tersebut disampaikan Camat Sentolo,Widodo, Jumat.

“Saya harap dengan adanya jalur exit toll ini bisa memberikan dampak yang baik bagi kami selaku warga masyarakat Sentolo, paling tidak ekonomi bisa meningkat sehingga menyejahterakan masyarakat,” ujarnya.

Jauh sebelum kabar exit toll menuju ke KEK Sentolo mencuat, kecamatan sudah bersiap. Salah satu yang gencar dilakukan yakni membina masyarakat agar siap menghadapi perubahan. “Sebenarnya kalau dari mental masyarakat sudah terbilang baik, karena di sini juga ada Pondok Pesantren, tapi kami tetap rutin membina untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak-tidak,” ujarnya.

“Tapi sejauh ini saya belum menerima kabar resmi dari pemkab atau Pemda DIY,” katanya.

(Sumber berita; Harian Jogja, 14/09/2019, hal: 1&6)

Selengkapnya: Tautan