Pemprov Kaji Badan Layanan Umum

Sikapi Rekomendasi BPK soal Dana Bergulir

JOGJA- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)[1] meminta Pemprov[2] DIJ menyalurkan dana bergulir[3] melalui Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)[4]. Selama ini dana bergulir tersebut mengalir lewat masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) langsung ke kelompok-kelompok masyarakat.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) DIJ Bambang Wisnu Handoyo mengatakan, pada dasarnya Pemprov sepaham dengan usulan itu. Hanya, rekomendasi[5] BPK dan Pansus[6] LHP BPK DPRD DIJ tersebut masih akan dikaji.

BLUD, terangnya, bukan berarti sebuah badan. Melainkan, terang dia, manajemen keuangan.

Jika harus berupa badan, BLUD tersebut dibentuk dalam sebuah Unit Pelayanan Terpadu (UPT) melalui Peraturan Daerah (Perda). “Tapi ya apa iya membuat sebuah UPT hanya untuk ngurusin kredit[7]. Kan nanti sama saya dengan BPR[8],” ujarnya saat dihubungi Radar Jogja kemarin (17/6).

Bambang Wisnu menilai keberadaan BLUD bukan persoalan mendesak atau tidak. Dia melihat pendirian BLUD memang memiliki syarat yang cukup banyak dan tidak gampang. Di antaranya, punya akses layanan pada masyarakat, memiliki potensi pengembangan, dan pengelolanya harus Pegawai Negeri Sipil.

Kekhawatiran lainnya, kata dia, dana pengelolaan BLUD lebih besar dari dana bergulir itu sendiri. “Kita lihat nanti saja dulu,” tandasnya.

Khusus pengembalian dana bergulir, dia menilai selama ini cukup tertib. Banyak masyarakat tepat waktu dalam mengembalikan pinjaman. “Ada yang nunggak. Tapi, itu yang dulu-dulu,” terang Alumnus UGM itu.

Ketua Komisi B[9] DPRD DIJ Gatot Setyo Susilo mengatakan, keberadaan BLUD akan memudahkan Laporan Keuangan termasuk soal dana bergulir tersebut. Apalagi, dana bergulir yang mengalir ke masyarakat untuk mendorong ekonomi produktif juga cukup banyak.

Tercatat pada 2010 ada sekitar Rp10 miliar dana bergulir yang biasa diakses di Dinas Pertanian, DPPKA, dan Badan Ketahanan Pangan. Ketiga instansi itu merupakan mitra kerja Komisi B.

“Kalau berada di bawah SKPD agak susah dilihat tingkat capaian maupun manfaat dana bergulir tersebut,” jelasnya.

Politikus Partai Demokrat itu mengatakan, Komisi B sudah meminta SKPD mitra mereka untuk membentuk BLUD.

“Karena dana bergulir yang cukup banyak, pengelolaan melalui BLUD dinilai akan lebih baik,” jelasnya. (hed/amd/ga)

 

Sumber: Jawa Pos, 18 Juni 2013

Catatan:

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, Badan Layanan Umum Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 peraturan tersebut, dana yang dikelola secara khusus oleh Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah:

1. Dana bergulir untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM);

2. Dana perumahan.

Mengenai pertanggungjawaban Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam mengelola dana tersebut diatur dalam Pasal 118 peraturan tersebut, yaitu bahwa Laporan Keuangan BLUD terdiri dari:

  1. neraca yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu;
  2. laporan operasional yang berisi informasi jumlah pendapatan dan biaya BLUD selama satu periode;
  3. laporan arus kas yang menyajikan informasi kas berkaitan dengan aktivitas operasional, investasi, dan aktivitas pendanaan dan/atau pembiayaan yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas selama periode tertentu;
  4. catatan atas laporan keuangan yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan keuangan.

Laporan Keuangan tersebut disertai dengan laporan kinerja yang berisikan informasi pencapaian hasil/keluaran BLUD. Laporan Keuangan tersebut juga diaudit oleh pemeriksa eksternal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



[1] Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah produk dari BPK yang merupakan hasil akhir dari hasil pemeriksaan.

[2] Pemerintah Provinsi.

[3] Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir pada Kementrian Negara/Lembaga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.05/2009, Dana Bergulir adalah dana yang dialokasikan oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Badan Layanan Umum untuk kegiatan perkuatan modal usaha bagi koperasi, usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha lainnya yang berada di bawah pembinaan Kementerian Negara/Lembaga.

[4] Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, Badan Layanan Umum Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

[5] Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.

[6] Berdasarkan Pasal 58 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Panitia Khusus merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap.

[7] Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

[8] Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

[9] Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Komisi B memegang bidang ekonomi dan keuangan meliputi: perindustrian dan perdagangan, pertanian dan peternakan, kehutanan dan perkebunan, perikanan dan kelautan, Usaha Kecil Menengah, koperasi, pariwisata, Keuangan Daerah, perpajakan, retribusi, Aset Daerah/Aset milik Daerah, Badan Usaha Milik Daerah dan Investasi.

BAGIKAN
Berita sebelumyaKilas Media Januari 2014
Berita berikutnyaTransjogja