YOGYA (KR)- Terbukti memotong dana rehab rekon gempa bumi 2006, mantan Kades Terong Dlingo Bantul, Sudirman Alvian, divonis[1] 2 tahun penjara dan denda[2] Rp200 juta subsider[3] 2 bulan kurungan oleh Majelis Hakim yang diketuai M Mawardi SH MH, Kamis (18/7) di Pengadilan Tipikor[4] Yogya. Disamping itu, terdakwa[5] juga dibebani uang pengganti[6] sebesar Rp375 juta subsider 2 tahun kurungan.
“Terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi[7] dengan memotong dana rehab rekon gempa bumi 2006. Sehingga terdakwa melanggar Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ungkap Majelis Hakim.
Hukuman itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa[8] Andika Romadona yang menginginkan terdakwa dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun uang penggantinya, justru lebih tinggi dari tuntutan Jaksa yang hanya Rp66.685.350.
Kasus itu bermula dari program rehab rekon tahun 2006. Ada 145 KK[9] yang mendapatkan program tersebut dan masing-masing KK memperoleh bantuan Rp15 juta.
Dalam sosialisasinya, terdakwa selaku penanggung jawab pelaksana program bersama 6 orang fasos[10] melakukan pemotongan, yakni warga menerima Rp6 juta saja. Jika warga tidak setuju, program itu akan dialihkan ke desa lainnya. “Akibat pemotongan itu berdasarkan audit[11] BPK, negara dirugikan sebesar Rp1,305 miliar. Terdakwa menikmati Rp375 juta atas pemotongan dana tersebut,” ujarnya.
Penasihat hukum[12] terdakwa, Suswoto SH menanggapi putusan tersebut, menilai uang pengganti yang dibebankan terdakwa terlalu tinggi. Uang yang tidak bisa dibuktikan, oleh Majelis Hakim dibebankan terdakwa.
“Padahal Jaksa hanya menuntut Rp66.685.350. Tapi Majelis Hakim justru membebankan uang kerugian negara kepada terdakwa,” ujarnya. (Sin)-f
Sumber: Kedaulatan Rakyat, 19 Juli 2013
Catatan:
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada 3 jenis sanksi kepada terpidana tindak pidana korupsi:
- Pidana Mati
- Pidana Penjara. Diatur dalam Pasal 2 ayat (1) sampai Pasal 12 B ayat (2)
- Pidana Tambahan. Diatur dalam Pasal 18, yaitu:
- Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindakan pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
- Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
- Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk paling lama 1 (satu) tahun.
- Penutupan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
- Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan Pengadilan yang telah memperoleh ketetapan hukum, maka harta bendanya dapat disita atau dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan Pengadilan.
[1] Vonis adalah putusan hakim pada sidang pengadilan yang berkaitan dengan persengketaan di antara pihak yang maju ke pengadilan; hukuman (pada perkara pidana). (KBBI)
[2] Denda adalah hukuman yang berupa keharusan membayar dalam bentuk uang karena melanggar aturan, undang-undang. (KBBI)
[3] Subsider adalah sebagai pengganti apabila hal pokok tidak terjadi (seperti hukuman kurungan sebagai pengganti hukuman denda apabila terhukum tidak membayarnya). (KBBI)
[4] Berdasarkan Paal 2 Jo. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Berkedudukan di setiap Ibukota Kabupaten/Kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
[5] Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.
[6] Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, uang pengganti adalah sejumlah uang yang banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
[7] Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
[8] Jaksa adalah pejabat di bidang hukum yang bertugas menyampaikan dakwaan atau tuduhan di dalam proses pengadilan terhadap orang yang diduga melanggar hukum. (KBBI)
[9] Kepala Keluarga.
[10] Fasilitas sosial.
[11] Audit adalah pemeriksaan pembukuan tentang keuangan (perusahaan, bank) secara berkala; pengujian efektivitas keluar masuknya uang dan penilaian kewajaran laporan yang dihasilkannya. (KBBI)
[12] Berdasarkan Penjelasan Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Penasihat Hukum (Advokat) adalah orang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.