Korupsi Trans Jogja

Mulyadi Ingin Segera Disidang

            JOGJA – Mantan Kepala Dinas Perhubungan DIY yang kini menjadi tersangka korupsi[1] Biaya Operasional Kendaraan (BOK)[2] PT Jogja Tugu Trans (JTT) Mulyadi Hadi Kusumo melalui penasihat hukumnya minta agar segera disidang.

            Penasihat hukum tersangka, Romi Habie, menginginkan kliennya segera disidangkan untuk dibuktikan kesalahannya. Ia mengaku belum mendapatkan pemberitahuan kapan kliennya akan diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)[3] Jogja. “Lebih cepat, lebih baik, demi kepastian hukum. Memang baru dilimpahkan ke Kejari[4] Sleman pada Jumat (1/11) lalu dari Kejati[5] DIY,” kata Romi kepada wartawan, Selasa (5/11).

            Jaksa, lanjut dia, harus lebih profesional menangani kasus kliennya dengan tidak berlama-lama melimpahkan ke meja hijau.

            Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati DIY memang belum merampungkan rencana dakwaan terhadap Mulyadi. Kepala Seksi Penuntutan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Mei Abeto Harahap, mengaku terus berkoordinasi dengan Kejari Sleman untuk merampungkan menyusun rencana dakwaan (Rendak) kasus korupsi BOK PT JTT. “Saya datang langsung ke Kejari Sleman untuk membahas Rendak PT JTT,” kata dia.

            Untuk diketahui, dugaan penyimpangan dana BOK Trans Jogja terjadi pada 2008-2009 lalu. Hasil audit investigasi BPK menemukan adanya indikasi[6] kerugian keuangan negara.

            Penyidik juga menemukan adanya indikasi penyimpangan dana BOK yang menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp1 miliar lebih. Angka ini memang lebih besar dari hasil audit investigasi BPK. (MG Noviarizal Fernandez)

Sumber : Harian Jogja, 6 November 2013

 

Catatan :

Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:

  1. tindak pidana korupsi;
  2. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau
  3. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.

Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) peraturan tersebut, sidang pertama perkara Tindak Pidana Korupsi wajib dilaksanakan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penetapan Majelis Hakim.

Berdasarkan Pasal 29 peraturan tersebut, perkara Tindak Pidana Korupsi diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tingkat pertama dalam waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.



[1] Berdasarkan Pasal 2 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun  2001,  korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

[2] Biaya Operasional Kendaraan (BOK): biaya yang secara ekonomi terjadi dengan dioperasikannya satu kendaraan pada kondisi normal untuk satu tujuan. Komponen‐komponen biaya yang diperhitungkan adalah sebagai berikut :

1. Biaya tetap (fixed cost)

2. Biaya tidak tetap (variable cost)

3. Biaya lainnya (overhead)

[3] Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum.

[4] Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Negeri merupakan kejaksaan yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota.

[5] Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi merupakan Kejaksaan yang berkedudukan di ibukota provinsi dan wilayah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

[6] Indikasi adalah tanda-tanda yang menarik perhatian. (kbbi)