Kasus BOK, Tersangka Gugat Kejaksaan dan BPK

YOGYAKARTA – Kasus dugaan korupsi[1] Biaya Operasional Kendaraan (BOK)[2] PT Jogja Tugu Trans (JTT) semakin panas. Pasalnya, pihak tersangka akan mengajukan gugatan hukum terhadap Kejaksaan Tinggi[3] DIY dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

            Untuk diketahui, Kejati DIY menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini, yakni mantan direktur PT JTT Purwanto Johan Riyadi dan mantan Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika DIY Mulyadi Hadikusumo. “Kami akan mengajukan gugatan hukum atas kasus ini,” kata penasihat hukum Purwanto, Deddy Suwadi kepada wartawan, kemarin.

            Diungkapkannya, materi gugatan yang diajukan terkait audit investigasi yang dilakukan oleh BPK. Pihaknya mengklaim audit yang dilakukan BPK menyalahi prosedur sehingga seolah-olah kliennya melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara senilai Rp413 juta.

            Dijelaskan oleh Deddy, BOK yang disidik kejaksaan ini adalah BOK tanggal 18-29 Februari 2008. Di tengah pelaksanaannya, yakni pada 25 Februari 2008 PT JTT cash bon sekitar Rp800 juta yang digunakan untuk menutup biaya kegiatan operasional sebelumnya dan untuk melakukan kegiatan. Setelah 18-24 Februari 2008 itu, terdapat sisa dana Rp86 juta dan dimasukkan ke dalam anggaran Maret 2008. Sementara penyidik Kejati DIY minta BPK untuk mengaudit pelaksanaan kegiatan antara 18-24 Februari 2008.

            Menurutnya, jika BPK hanya mengaudit dana operasional tanggal itu dan tidak melihat kegiatan berikutnya maka memang ditemukan nilai kerugian negara[4] senilai Rp413 juta.

            Tetapi jika mengaudit seluruh pelaksanaan BOK, maka tidak akan muncul kerugian keuangan negara[5].

            “Setelah kami menggandeng auditor independen, yang tujuannya untuj data pembanding, hasilnya justru menemukan sisa dana Rp86 juta yang kemudian dimasukkan pada Maret 2008 itu. Jadi sebenarnya tak ada itu kerugian keuangan negara, temuan itu muncul karena BPK menyalahi SOP dalam mengaudit,” kata Deddy.

            Untuk itu, dia akan menggugat Kejati DIY selaku penyidik kasus ini dan BPK yang melakukan audit. Materi gugatan telah disiapkan dan rencananya akan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. “Semuanya sudah kami siapkan, kemungkinan awal pekan depan kami masukkan ke PN kota,” kata Deddy.

BOK Juga Dipraperadilankan

            Selain gugatan, kasus BOK juga dipraperadilankan oleh para tersangka. Hal itu dibenarkan oleh Kejati DIY. “Iya, kasus JTT ini masuk praperadilan[6],” kata Kepala Kejati DIY Suyadi kepada wartawan.

            Proses persidangan praperadilan telah dimulai pekan kemarin di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sesuai jadwal, putusan praperadilan akan dibacakan Rabu (13/11) besok. Dijelaskan oleh Suyadi, pihak tersangka mempermasalahkan proses penahanan tersangka. Penyidik memang memperpanjang penahanan kedua tersangka kasus ini demi penyidikan. Mereka ditahan di Rumah Tahanan Wirogunan Yogyakarta. “Yang dipersoalkan bukan proses penetapan tersangka atau pemeriksaan[7]. Tetapi masalah perpanjangan masa penahanan,” katanya.

            Meskipun demikian, imbuh Suyadi, praperadilan ini merupakan hak tersangka dan dia mengklaim tak akan mengganggu jalannya proses penyidikan yang saat ini telah masuk tahap penyusunan surat rencana dakwaan.

            ”Tidak (mengganggu), ada tim yang selesaikan berkas, ada tim yang jalani sidang. Kami juga menunggu putusan praperadilan besok bagaimana,” tandasnya. (ristu hanafi)

Sumber : Seputar Indonesia, 12 November 2013

Catatan :

Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (5) Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK didasarkan pada undang- undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.

Pasal 8 ayat (3) peraturan tersebut menerangkan bahwa apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) peraturan tersebut, BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

Selanjutnya dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) peraturan tersebut menjelaskan bahwa anggota BPK tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena menjalankan tugas,kewajiban, dan wewenangnya menurut undang-undang. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, anggota BPK, Pemeriksa, dan pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan oleh instansi yang berwenang.



[1] Berdasarkan Pasal 2 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun  2001,  korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

[2] Biaya Operasional Kendaraan (BOK): biaya yang secara ekonomi terjadi dengan dioperasikannya satu kendaraan pada kondisi normal untuk satu tujuan. Komponen‐komponen biaya yang diperhitungkan adalah sebagai berikut :

1. Biaya tetap (fixed cost)

2. Biaya tidak tetap (variable cost)

3. Biaya lainnya (overhead)

[3] Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi merupakan Kejaksaan yang berkedudukan di ibukota provinsi dan wilayah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

[4] Berdasarkan Pasal 1 angka 22. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

[5] Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

[6] Praperadilan adalah pemeriksaan pendahuluan. (kbbi)

[7] Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.