BERANG, HASTO MINTA DIUSUT TUNTAS

Kasus Dugaan Pungli Dana Kompensasi NYIA

Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo mengaku berang mendengar kabar adanya praktik dugaan pungutan liar (pungli) oleh perangkat desa di Glagah, Temon. Apalagi, korbannya adalah warga terdampak proyek New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Lebih dari itu, menurut Hasto, dalam lima tahun terakhir sedikitnya ada tiga kepala desa (kades) yang terbukti menggunakan anggaran secara tidak benar, sehingga berujung bui.

“Kami akan tindak tegas jika ada perangkat desa yang berani nakal lagi. Tidak boleh ada yang main-main lagi,”ancamnya kemarin (29/8).

Dugaan pungli terhadap warga penerima dana kompensasi ganti rugi lahan terdampak NYIA menyeruak ke publik sejak Senin (27/8). Ketika paguyuban warga terdampak bandara pantai selatan (Patra Pansel) menggelar unjuk rasa di Simpang Empat Glagah.

Saat ini Hasto memang belum mengambil tindakan. Sebagai Pembina Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Kulonprogo, Hasto lebih dulu akan berkoordinasi dengan tim sebagai langkah awal. Tidak serta merta langsung melakukan klasifikasi kepada pihak-pihak yang diduga melakukan pungli.

“Kami akan tindak tegas jika ada perangkat desa yang berani nakal lagi. Tidak boleh ada yang main-main lagi.” HASTO WARDOYO Bupati Kulonprogo

Hasto menegaskan, selama ada pengakuan warga (korban) dan disertai bukti dan saksi, maka dugaan pungli tersebut sudah selayaknya ditindaklanjuti dengan proses hukum.

“Jika dugaan itu benar adanya ya tetap harus dibuktikan (secara hukum, Red). Supaya jelas dan tidak menjadi fitnah,” tutur Hasto seraya mengimbau setiap warga tidak segan melaporkan ke pihak berwajib jika mengetahui ada indikasi pungli.

Sementara itu, hingga kemarin belum ada satupun warga yang menjadi korban pungli yang melaporkan kasus di Polres Kulonprogo. Meski belum menerima laporan resmi, Wakapolres Kulonprogo Kompol Dedi Surya Dharma lebih dulu akan melakukan pengecekan ke Unit Penegakan Pungli (UPP) di kantor inspektorat daerah. Tim Saber Pungli memang bisa melakukan operasi tangkap tangan (OTT), baik dalam perkara pidana umum maupun tindak pidana korupsi.

“Dalam kasus OTT pengungkapnnya saat pelaku melakukan perbuatannya. Namun jika sifatnya laporan berarti perbuatannya sudah terjadi, maka kami harus menunggu laporan masuk,”katanya.

Dedi menjelaskan, tim Saber Pungli merupakan wadah penegakan hukum yang secara teknis penanganan suatu perkara tunduk pada standar operasional prosedur (SOP). Yakni setelah ada laporan baru bisa menindaklanjutinya dengan penyelidikan. Adapun sasaran tim Saber Pungli biasanya pegawai negeri sipil atau pejabat pemerintahan yang melakukan perbuatan merugikan keuangan negara atau daerah.

“Jadi saya sarankan (korban, Red) segera saja lapor. Agar segera bisa kami tindak lanjuti dengan penyelidikan,” pintanya.

Seperti diberitakan Radar Jogja, Koordinator Aksi Patra Pansel Wisnu Karsosentono menuding perangkat desa Pemdes Glagah telah melakukan pungutan tak resmi kepada warga penerima uang uang ganti rugi pembebasan lahan bandara.

Pemerasan itu dilabeli sebagai uang ganti bolpoin atau tinta. Itu sebagai syarat pengesahan pencairan dana kompensasi tersebut. Nilai pungutan cukup variatif. Mulai Rp 3 juta hingga Rp 100 juta. Tergantung nilai kompensasi yang diterima warga.

Terkait perkara pungli tersebut, menurut Wisnu, polisi dan kejaksaan negeri setempat sebenarnya telah mengetahuinya. Apalagi kasus tersebut telah berlangsung cukup lama. “Polisi dan jaksa sudah tau itu. Cuma belum tuntas,” bebernya.

Salah seorang warga terdampak NYIA, Atas Epriyanto, 40, mengaku telah mengalami penyunatan dana kompensasi NYIA oleh Perangkat Desa Glagah. Menurutnya, ganti rugi tanaman dan peralon di atas lahan Pakualamanaat Ground (PAG) garapannya seharusnya Rp 55 juta. Namun dia hanya menerima ganti rugi Rp 50 juta.

“Dalam kasus OTT pengungkapannya saat pelaku melakukan perbuatannya. Namun jika sifatnya laporan berarti perbuatannya sudah terjadi, maka kami harus menunggu laporan masuk” KOMPOL DEDI SURYADI Wakapolres Kulonprogo.

 “Saya tak tahu alasan pemotongan dana ganti rugi itu. Kok berkurang Rp 5 juta,” sesalnya.

Atas mengaku telah menanyakan masalah tersebut di Help Desk NYIA dan PT Angkasa Pura I selaku lembaga pemrakarsa NYIA. Namun sejauh ini dia tak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan. Demikian pula ketika dia menanyakan masalah itu kepada Pemdes Glagah.

Selengkapnya: Tautan