Yogyakarta– Bantuan sosial[1] (Bansos) yang bersumber dari APBD[2] 2012 senilai Rp7 miliar di Pemda DIY menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan DIY.
Temuan itu tersebar di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD)[3] di lingkungan Pemda DIY. SKPD tersebut antara lain Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), Badan Lingkungan Hidup (BLH), Badan dan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan lainnya.
Inspektur[4] Inspektorat[5] Pemda[6] DIY Moeji Raharjo mengatakan, Bansos yang menjadi temuan BPK karena instansi tersebut belum melaporkan pertanggungjawabannya.
“Laporan dari BPK ada Rp7 miliar yang berada di sejumlah SKPD,” katanya saat Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Pemeriksaan BPK Perwakilan DIY di Hotel Saphire, kemarin.
Muji menambahkan, adanya keterlambatan penyerahan laporan pertanggungjawaban membuat BPK mengidentifikasikan sebagai temuan. Bahkan ada Bansos dari APBD 2002, 2004, sampai 2011 yang belum dipertanggungjawabkan. “Hanya masalah administrasi saja, bukan hal lain (penyelewengan),” katanya.
Namun demikian, Inspektorat DIY tetap menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Tindak lanjut yang dilakukan adalah dengan merevisi Peraturan Gubernur No. 6/2011. Dalam peraturan tersebut, belum ada pasal yang menyebutkan atas waktu penyerahan laporan pertanggungjawaban. “Jadi, regulasinya perlu direvisi,” katanya.
Menurut dia, tidak butuh waktu lama untuk merevisi regulasi tersebut. Namun, tetap melibatkan sejumlah instansi untuk membahasnya. “Nanti kami tambahkan satu pasal lagi soal tenggat waktu penyerahan laporan. Draf sedang disusun bersama, mungkin satu bulan lagi selesai,” katanya.
Mantan Kepala Biro Hukum Pemda DIY ini menambahkan, selain Bansos ada temuan BPK lainnya. Temuan itu adalah dana bergulir[7] investasi jangka panjang nonpermanen. Temuan ini juga tersebar disejumlah SKPD, salah satunya Dinas Pertanian.
Di bagian lain, Kepala Disdikpora DIY Baskara Aji tidak menampik adanya temuan BPK di dinas yang di pimpinnya. Beberapa Bansos yang belum diserahkan itu kebanyakan untuk program kegiatan di bidang pendidikan dan kepemudaan.
Menurut dia, ada tujuh lembaga penerima Bansos dibawah instansinya yang melaporkan pertanggungjawabannya. “Ada tujuh lembaga yang belum melaporkan, masing-masing dapat bantuan sekitar Rp5 juta,” kata dia.
Baskara mengaku, sudah menindaklanjutinya dengan menyerahkan laporan pertanggungjawabannya kepada BPK DIY. “Sudah kami serahkan. Sekarang sedang diproses di BPK,” tandasnya. (Ridwan Anshori)
Sumber : Seputar Indonesia, 1 November 2013
Catatan :
Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 46.1 Tahun 2012 tentang Tata Cara Hibah dan Bantuan Sosial, penerima hibah/bantuan sosial berupa barang/jasa wajib menyampaikan laporan penggunaan hibah/bantuan sosial kepada Gubernur melalui SKPD Teknis dengan tembusan kepada Inspektorat. Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dalam pemberian hibah/bantuan sosial meliputi:
- Proposal usulan dari calon penerima hibah/bantuan sosial kepada Gubernur;
- Keputusan Gubernur tentang penetapan daftar penerima hibah/bantuan sosial;
- Pakta Intergritas dari penerima hibah/bantuan sosial yang menyatakan bahwa hibah/bantuan sosial yang diterima digunakan seduai dengan NPHD/proposal; dan
- Bukti transfer uang atas nama pemberian hibah/bantuan sosial berupa uang atau bukti serah terima barang/jasa atas pemberian hibah/bantuan sosial berupa barang atau jasa
Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) menerangkan bahwa SKPD Teknis melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian hibah dan bantuan sosial. Hasil monitoring dan evaluasi tersebut disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Inspektorat.
[1] Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus-menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
[2] Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
[3] Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada Pemerintah Daerah selaku pelaksana urusan pemerintahan di daerah.
[4] Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Inspektur adalah Kepala Inspektorat.
[5] Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Inspektorat merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
[6] Pemerintah Daerah
[7] Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Dana Bergulir, dana bergulir adalah dana yang dipinjamkan untuk dikelola sebagai modal usaha dan digulirkan kepada usaha perseorangan dan/atau usaha kelompok masyarakat oleh Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.