Ilustrasi; https://www.id-id.facebook.com
Harianjogja.com, JOGJA-Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Jogja optimis pemeriksaan terhadap sepuluh saksi[1] kasus dugaan korupsi Penumbuhkembangan Ekonomi Kewilayahan (PEW) di Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian (Disperindagkoptan) Kota Jogja, selesai pekan depan. (Baca Juga : Kejari Endus Dugaan Korupsi di Disperindkoptan Jogja). Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kota Jogja, Aji Prasetyo menerangkan melalui pemeriksaan saksi-saksi, pihaknya melakukan pendalaman materi mengenai korupsi senilai Rp170 Juta tersebut. Adapun saksi-saksi yang dihadirkan dari Disperindagkoptan Kota Jogja, Bank Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (BPD DIY) dan Inspektorat Kota Jogja, sedangkan tersangka[2] merupakan ST, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kota Jogja.
“Materi pemeriksaan saksi seputar modus[3] korupsi dan lainnya,” ungkap Aji, Senin (19/1/2015). Terpisah, Kepala Disperindagkoptan Kota Jogja, Suyana, masih enggan membeberkan nama tersangka yang merupakan PNS di satuan kerja yang kini dipimpinnya itu. “Ya tahu no [nama lengkap ST], tapi kami memilih untuk mengikuti proses hukum yang berjalan saja,” terangnya.
Suyana menambahkan pihaknya telah memberikan saran kepada tersangka untuk mempersiapkan diri mengikuti proses hukum yang dihadapi, termasuk mencari pendampingan hukum[4].Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Jogja, Basuki Hari Saksono menegaskan meski Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja memiliki bagian hukum, ada tiga kasus pidana yang tidak dapat didampingi, yakni kasus narkoba, makar[5] atau subversif dan korupsi[6]. “Jadi yang bersangkutan [ST] mencari sendiri pendampingan hukum untuk dirinya, Pemkot tidak dapat membantu,” tandas Basuki.Indikasi penyalahgunaan dana bergulir PEW terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan DIY pada 2013 lalu melakukan audit. Dalam proses tersebut, diketahui ada penggunaan dana dalam rekening PEW pada tahun 2006 yang tidak dilaporkan.
Dari hasil temuan itu, Kejari Kota Jogja kemudian melakukan penelusuran. Di tahapan ini, tim penyidik Kejari Kota Jogja dari menemukan adanya indikasi dana sebesar Rp170 Juta digunakan seorang pegawai di Disperindagkoptan Kota Jogja sejak 2011 hingga 2013. Sesuai ketentuan, dana bergulir PEW yang dikembalikan warga seharusnya digunakan kembali kepada kelompok masyarakat lain.
Sumber:
http://www.harianjogja.com/, Selasa, 20 Januari 2015 22:20 WIB | Uli Febriarni/JIBI/Harian Jogja \
Catatan:
- Program Penumbuhkembangan Ekonomi Kewilayahan (PEW) di Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian (Disperindagkoptan) Kota Jogja dilaksanakan berdasar Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 71 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 106 Tahun 2009 bertujuan untuk pemberdayaan ekonomi berbasis kewilayahan melalui penguatan modal usaha mikro dan kecil.
- Pasal 1 ayat 9 Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 71 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 106 Tahun 2009 menyatakan bahwa Program bantuan dana bergulir adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta melalui APBD untuk membantu permodalan Usaha Mikro dan Kecil yang tergabung dalam suatu kelompok yang dikelola dan bergulir di kelompok yang bersangkutan.
- Pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyatakan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
- Pasal 313 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam rangka meningkatkan kinerja transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya.
[1] Pasal 1 angka (26) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri.
[2] Berdasarkan Pasal 1 butir 14 KUHAP, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
[3] Modus adalah bentuk verba yg mengungkapkan suasana kejiwaan sehubungan dengan perbuatan yang dilakukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia: http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi).
[4] Pasal 37 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Sementara itu, Pasal 1 angka (2) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advocat menyatakan bahwa Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
[5] Makar adalah setiap perbuatan dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, atau menggulingkan pemerintah.( Pasal 104, 106, 107 KUHP)
[6] Pasal 2 ayat 1 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa korupsi adalah perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.