Kasus Hibah PERSIBA Bantul Kejati Terima Laporan Resmi Hasil PKN

 

 JOGJA-Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY sudah menerima laporan resmi hasil penghitungan kerugian negara[1] (PKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)[2] perwakilan  DIY. Namun, laporan PKN dalam kasus dugaan korupsi hibah[3] klub sepak bola Persiba Bantul tersebut masih dipelajari penyidik. “Tadi [kemarin] laporan resmi tertulis dari BPKP sudah kita terima,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY Azwar saat dihubungi Harianjogja Senin (1/9/2014) Mengenai hasil, Azwar mengaku belum bisa menyampaikan laporan PKN dari BPKP kepada publik dengan alasan masih dipelajari dan dievaluasi dengan hasil penyidikan[4] oleh tim penyidik[5].

“Masih kita pelajari,” kata dia. Sebelumnya Azwar mengungkapkan kerugian keuangan negara yang diaudit BPKP angkanya hampir mencapai Rp1 miliar. Pernyataan Azwar pada 28 Agustus, pekan lalu ini baru sebatas laporan secara lisan dari BPKP, dan angka kerugian negara versi BPKP tersebut diakui Azwar tidak jauh berbeda dengan hasil PKN yang dilakukan tim penyidik dari Kejati.

Dalam kasus tersebut dua orang ditetapkan tersangka[6] yaitu mantan Bupati Bantul dan politisi senior PDIP Idham Samawi serta mantan Kepala Kantor Pemuda dan Olahraga Bantul Edy Bowo Nurcahyo pada Juli 2013 lalu. Keduanya disangka telah menyelewengkan dana APBD 2012 untuk klub sepak bola Persiba Bantul Rp12,5 miliar. Saat itu Idham menjabat sebagai Manager Umum Persiba Bantul dan Ketua KONI Bantul. Azwar menambahkan jika dalam proses evaluasi hasil PKN dengan hasil penyidikan  sudah cukup untuk menyimpulkan tentang tindak pidana korupsi yang disangkakan berdasarkan unsur tindak pidana tersangka, maka proses selanjutnya tinggal pra penuntutan.

Kasus ini berawal dari pemberian hibah yang berasal dari dana APBD yang dikucurkan ke KONI Bantul. KONI Bantul kemudian memberikan hibah ke Persiba Bantul, salah satu klub profesional yang ikut dalam kompetisi liga di Indonesia. Padahal sesuai aturan dana APBD tidak boleh digunakan untuk klub profesional. (Ujang Hasanuddin)

 

Sumber : Harian Jogja, 2 September 2014

 

Catatan:

Berdasarkan Pasal 1 ayat (14) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dengan tembusan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Lebih lanjut diatur dalam Pasal 19 ayat (1), penerima hibah bertanggung jawab secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya.

  

 

[1] Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (Pasal 1 Butir 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara jo Pasal 1 Butir 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan).

[2] Berdasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

[3] Berdasarkan Pasal 1 angka 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, hibah adalah pemberian bantuan uang/barang atau jasa dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, Perusahaan Daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.

[4] Berdasarkan Pasal 1 angka 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

[5] Berdasarkan Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

[6] Berdasarkan Pasal 1 butir 14 KUHAP, tTersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.