JOGJA- Ternalem, beserta dua rekan tervonis korupsi[1] dana tunjangan[2] DPRD Gunungkidul lainnya, Bambang Eko dan Rojak Harudin berkelit dan menolak mengembalikan penghasilan yang telah mereka terima.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan DIY merekomendasikan[3] agar penghasilan yang telah diterima para terdakwa[4] korupsi sebagai Anggota Dewan, total Rp113,5 juta mesti dikembalikan kepada Pemda[5] DIY.
Berdasarkan PP 16/2010 tentang Tata Cara Pembentukan Tata Tertib Dewan, ketiga Anggota Dewan itu otomatis diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam kasus pidana khusus dengan ancaman lima tahun penjara.
Suatu rekomendasi penarikan atas penghasilan itu telah dikirimkan BPK pada Sekretariat Dewan Provinsi DIY Jum’at pekan lalu. Dan Jum’at (14/6) kemarin, ketiga terdakwa mendatangi Sekwan[6], meminta difasilitasi bertemu dengan BPK, “Kami minta karena Pansus[7] gagal berunding dengan BPK. Dan kami masih tercatat sebagai Anggota Dewan,” kata Ternalem, Jum’at (14/6).
Pansus memang pernah menjadwalkan bertemu dengan BPK, sebelum Paripurna[8] atas Laporan Hasil Pemeriksaan[9] BPK pada Senin (10/6). Pertemuan dengan Pimpinan BPK batal, karena BPK menjadwal ulang pertemuan itu.
Menurut Ternalem, penarikan itu semestinya disesuaikan dengan pemberhentian sementaranya sebagai Anggota Dewan oleh Kemendagri[10], bukan sejak ia ditetapkan sebagai terdakwa seperti dalam rekomendasi BPK.
Ternalem ditetapkan sebagai terdakwa pada 27 September 2012. Surat pemberhentian sebagai Dewan dia terima pada 27 Januari 2013. Dan diketahui, surat itu ditandatangani 25 Januari 2013. “Dalam surat itu disebutkan berlaku sejak ditetapkan. Artinya, pemberhentian berlaku pada 25 Januari,” katanya.
Setelah itu, menurutnya, ia dan dua rekannya tidak lagi bertugas sebagai Anggota Dewan dan hanya menerima gaji take home pay.
Sekretariat Dewan DIY, Drajad Ruswandono mengatakan, pihaknya tetap mengikuti rekomendasi dari BPK bahwa penghasilan itu tetap ditarik. Bagaimana sistem pengembaliannya, Drajad mengaku menunggu kepastian dari tiga Anggota Dewan itu 60 hari setelah turunnya LHP itu pada 27 Mei. “Kalaupun nanti mereka kesulitan, akan diupayakan untuk pengembalian secara cicilan,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, item pengembalian penghasilan itu di antaranya adalah biaya bimbingan teknis, kunjungan kerja, konsultasi, tunjangan komunikasi, dan perumahan. (andreas@)
Sumber: Harian Jogja, 15 Juni 2013
Catatan:
Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD terdiri atas uang representasi, tunjangan keluarga, tunjangan beras, uang paket, tunjangan jabatan, tunjangan Panitia Musyawarah, tunjangan komisi, tunjangan Panitia Anggaran, tunjangan Badan Kehormatan, tunjangan alat kelengkapan lainnya.
Lebih lanjut dalam Pasal 112 ayat (6) dan ayat (7) Peraturan DPRD Provinsi DIY Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pemberhentian sementara berlaku terhitung mulai tanggal anggota DPRD yang bersangkutan ditetapkan sebagai terdakwa. Anggota DPRD yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan berupa uang representasi, uang paket, tunjangan keluarga, dan tunjangan beras serta tunjangan pemeliharaan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
[1] Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
[2] Tunjangan adalah tambahan pendapatan di luar gaji sebagai bantuan; sokongan; bantuan. (KBBI).
[3] Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.
[4] Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, terdakwa adalah seseorang yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.
[5] Pemerintah Daerah.
[6] Sekretaris Dewan.
[7] Berdasarkan Pasal 58 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Panitia Khusus merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap.
[8] Berdasarkan Pasal 60 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Paripurna DPRD adalah forum rapat tertinggi anggota DPRD dalam pengambilan keputusan yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD.
[9] Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah produk dari BPK yang merupakan hasil akhir dari hasil pemeriksaan.
[10] Kementerian Dalam Negeri.