Sosok pengganti Sunarto, mantan kepala BPK perwakilan jogjakarta ini, sama sekali tak terlihat ada bau-bau jogja. Dari logat bicaranya, Parna masih kental dengan Melayu, daerah tugas sebelumnya. Saat itu ia menjadi Kepala BPK Perwakilan Kepulauan Riau. Tapi, ketika membuka pembicaraan dengan bahasa jawa, baru tahu kalau Parna pernah hidup di lingkungan Jawa yang menjunjung tinggi budaya adiluhung. “aku lahir neng Mbantul”, tuturnya sembari tertawa, usai serah terima jabatan (sertjab) kepala BPK Perwakilan Jogjakarta, Kamis (22/8). Lahir di Bantul 56 tahun silam, Parna membawa misi khusus pulang kampung, Ia memiliki misi bisa meningkatkan akuntabilitas[1] penyelenggaraan keuangan di DIY. Terutama di Bantul, tempat ia lahir dan daerah yang membesarkannya.“Harus meningkat. Kalau yang masih WDP (Wajar dengan Pengecualian)[2] harus meningkat menjadi WTP[3]. Kalau yang sudah WTP dengan paragraf penjelasan harus bilang (Paragraf penjelasannya),” terang mantan Kepala Sub Auditoriat Jawa tengah III ini.
Ia mengungkapkan, pelaporan keuangan[4] di DIY selama ini sudah baik dibandingkan dengan provinsi lain. Hanya saja, dengan status keistimewaannya ia memiliki tekad adanya peningkatan prestasi tersebut. “kami akan asistensi kepada seluruh pemerintah daerah untuk bisa meningkatkan prestasi itu,” tambahnya. Saat ini, kabupaten Gunungkidul masih mendapatkan WDP atas LHP BPK[5]. Ini karena di kabupaten paling timur tersebut belum melaksanakan inventarisai aset. BPK mencatat aset belum selesai ditindaklanjuti dan beberapa aset tetap belum dicatat dalam buku inventaris (BI).
Juga belum tertibnya Pemkab Gunungkidul membuat Kartu Inventaris Barang (KIB). Ini ditemukan dibeberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dimana tidak tertib melaksankan hal itu.
Tugas ini, lanjut Parna. Tentu tak mudah. Sebab itu butuh goodwill[6] dari pemerintah setempat. Pihaknya hanya akan mendorong peningkatan saja. “Kami siap kapan pun, jika butuh penjelasan, kami akan berikan,” lanjutnya. (*/laz/gp)
Sumber: Harian Jawa Pos, 23 Agustus 2014
Catatan:
Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan BPK memiliki perwakilan di setiap Provinsi. Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan BPK dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Sementara itu berdasarkan Pasal 534 ayat (1) dan (2) Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK disebutkan bahwa BPK Perwakilan Provinsi D.I. Yogyakarta berada di bawah Auditorat Keuangan Negara (AKN) V dan bertanggungjawab kepada Anggota V BPK melalui Tortama Keuangan Negara V. BPK Perwakilan Provinsi D.I. Yogyakarta dipimpin oleh seorang kepala. Pasal 535 Peraturan BPK tersebut menyatakann bahwa BPK Perwakilan Provinsi D.I. Yogyakarta mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta, kota/kabupaten di Provinsi D.I. Yogyakarta, BUMD dan lembaga terkait di lingkungan entitas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang ditugaskan oleh AKN.
[1] Akuntabilitas sering digunakan secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat dipertanggungjawabkan (responsibility),yang dapat dipertanyakan (answerability), yang dapat dipersalahkan (blameworthiness) dan yang mempunyai ketidakbebasan (liability).
[2] Wajar dengan pengecualian (qualified opinion)(biasa disingkat WDP) adalah opini audit yang diterbitkan jika sebagian besar informasi dalam laporan keuangan bebas dari salah saji material, kecuali untuk rekening atau item tertentu yang menjadi pengecualian.
[3] Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) (biasa disingkat WTP) adalah opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan.
[4] Pelaporan keuangan adalah laporan keuangan yang ditambah dengan informasi-informasi lain yang berhubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan informasi yang disediakan oleh sistem akuntansi keuangan,
[5] Menurut pasal 16 UU No. 15/2004, muatan yang termasuk dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK sendiri adalah sebagai berikut: Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini, Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi, Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan, Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan.
[6] Goodwill merupakan bagian dari aktiva dalam neraca, yang mencerminkan kelebihan pembayaran atas aktiva/aset yang dibutuhkan perusahaan dibandingkan dengan nilai pasar