BPK Selamatkan Aset Rp15,17 Triliun
YOGYA (KR) –Pengembangan sistem informasi keuangan nasional sangat dibutuhkan untuk mendorong peningkatan transparansi[1] dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara[2]. Oleh karena itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengembangkan pembentukan pusat data keuangan negara untuk mencegah terjadinya korupsi[3] di berbagai sektor.
Selama ini Indonesia belum memiliki pusat data[4] keuangan nasional, sehingga pemeriksaan keuangan kurang efektif[5] dan efisien[6]. Hal tersebut disampaikan Ketua BPK RI, Hadi Poernomo dalam Dialog Terbuka ‘Peran BPK dalam Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara melalui Sistem Informasi’, Kamis (14/11) sore di Sekolah Pascasarjana UGM.
Menurut Hadi Poernomo, berbeda dengan Amerika Serikat yang sejak tahun 1936 telah memiliki pusat data yaitu Social Security Number (SSN) dan Malaysia yang memiliki Multimedia Super Coridor sejak tahun 1996. BPK tidak punya pusat data, sementara polisi dan BPN punya. Karena itu, BPK berusaha menyatukan data di kementerian untuk membentuk Sinergi Nasional Sistem Informasi (SNSI).
Pusat data BPK akan terhubung secara online dengan data yang dimiliki lembaga atau kementerian. Dari pusat data tersebut digunakan untuk pemeriksaan secara ekeltronik audit. Dengan adanya pusat data BPK yang tersambung secara online dan pemeriksaan dengan e-audit akan memudahkan pemeriksaan dan mengurangi persinggungan antara pemeriksa dengan lembaga yang diaudit.
“Pemeriksaannya bisa lebih cepat, mudah, dan efisien. Apabila ditemukan kesalahan bisa segera diperbaiki, sehingga secara preventif[7] adanya penyimpangan bisa diminimalisir,” ujarnya sembari menyebutkan data semester I tahun 2013 BPK telah mengungkapkan 13.969 kasus senilai Rp56,98 triliun.
Kasus tersebut terdiri 4.589 kasus senilai Rp10,74 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekuarangan penerimaan, 5.747 kasus merupakan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 2.854 kasus penyimpangan administrasi. Ditambah 779 kasus senilai Rp46,24 triliun temuan ketidakhematan, inefesiensi[8], dan ketidakefektifan.
“Dalam lima tahun terakhir BPK menyampaikan sebanyak 193.600 rekomendasi[9] kepada pemerintah dan berhasil menyelamatkan aset[10] negara sebesar Rp15,17 triliun. Kasus korupsi paling banyak terjadi di bidang pengadaan barang dan jasa (PBJ). Setiap semester BPK selalu menemukan kasus PBJ yang terjadi di berbagai instansi meliputi pengadaan gedung, jalan, jembatan, jaringan, dan lain-lain. (Asp)-k
Sumber: Kedaulatan Rakyat, 16 November 2013
Catatan:
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Tugas BPK diatur dalam Pasal 6 s.d. Pasal 8 undang-undang tersebut. Pelaksanaan pemeriksaan BPK dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK memiliki beberapa kewenangan. Salah satu kewenangan BPK, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, adalah menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK.
[1] Transparansi adalah nyata; jelas. (KBBI)
[2] Berdasarkan Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
[3] Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
[4] Data adalah: (1) keterangan yang benar dan nyata; atau (2) keterangan atau bahan yang nyata yang dapat dijadikan dasar kajian. (KBBI)
[5] Efektif adalah berhasil guna. (KBBI)
[6] Efisien adalah berdaya guna. (KBBI)
[7] Preventif adalah bersifat mencegah. (KBBI)
[8] Inefisiensi adalah pemborosan; kemubaziran; atau ketidakefisienan. (KBBI)
[9] Berdasarkan Pasal 1 angka 12. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.
[10] Aset adalah: 1) sesuatu yang mempunyai nilai tukar; atau 2) modal, kekayaan. (KBBI)