Penyimpangan Anggaran Dana Desa di Bantul
BANTUL – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul berjanji menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pelanggaran aturan dalam penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) di daerah ini.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bantul, Putro Haryanto, Senin (3/6) menyatakan, tindak lanjut berupa penyelidikan atas temuan Anggaran ADD akan dilakukan setelah Kejari menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang telah diterbitkan akhir Mei lalu. “Kalau kami sudah memegang laporan, akan kami coba (tindaklanjuti),” katanya.
Putro membantah lembaganya bersikap pasif meski melihat indikasi pelanggaran hukum yang terjadi di Bantul, terutama soal temuan BPK. “Kami tetap aktif menyelidiki, selama kami mendapatkan datanya,” ujarnya.
Sementara, Divisi Investigasi Masyarakat Transparansi Bantul (MTB) Irwan Suryono mengkritik sikap kejaksaan yang dinilainya pasif menangani perkara dugaan pelanggaran hukum. Tanpa menunggu mendapat laporan resmi LHP BPK, menurut Irwan, kejaksaan sudah harus aktif bergerak mencari data. Apalagi LHP tersebut sudah diedarkan ke publik melalui DPRD Bantul. “Tanpa ada laporan masyarakat pun kejaksaan harusnya aktif bergerak,” tuturnya, kemarin.
Irwan menilai selama ini Kejaksaan Negeri Bantul lambat merespons adanya indikasi korupsi. Kalaupun ditangani kerap tak tuntas, terutama perkara besar yang melibatkan pejabat tinggi. “Kalau Kejari Bantul itu memang begitu dari dulu lambat, enggak seperti kejaksaan di daerah lain. Terutama kalau kasus-kasus besar,” ujarnya.
Tak Merasakan Manfaat
Dari pantauan Harian Jogja, sampai saat ini masih ada kelompok masyarakat yang mengaku tak merasakan manfaat keberadaan Alokasi Dana Desa yang digelontorkan hingga ratusan juta rupiah per tahun ke setiap desa di Bantul. Ketua Kelompok Tani Dusun Ngujung, Desa Gadingharjo, Kecamatan Sanden, Suyono mengungkapkan, selama ini tak mengetahui keberadaan ADD. Padahal ia telah menjadi Ketua Kelompok Tani selama delapan tahun. “Saya terus terang enggak tahu ada dana itu,” ungkapnya.
Anggota kelompok tani seperti dirinya dan rekan-rekannya kata dia tak pernah merasakan manfaat seperti program pemberdayaan petani dari keberadaan ADD. “Selama ini kalaupun ada program bantuan atau pelatihan, justru langsung dari Dinas Pertanian, tidak pernah kalau ADD dari Pemdes,” ujarnya menambahkan.
Diberitakan sebelumnya LHP BPK yang terbit 24 Mei lalu menyebut, ada selisih anggaran sebesar Rp222 juta antara Laporan Pencairan ADD yang disampaikan Bagian Pemerintahan Desa kepada Bupati dengan bukti pencairan ADD di rekening desa yang ditemukan BPK. Dalam Laporan Bagian Pemerintahan Desa kepada Bupati disebutkan, ADD 2012 hingga awal Januari lalu telah terserap sebesar Rp14,09 miliar. Padahal sesuai bukti pencairan dana, anggaran yang telah dicairkan atau telah diserap Rp14,3 miliar atau terdapat selisih Rp222 juta lebih.
BPK juga menemukan banyak desa tak menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPj) ADD pada tahun lampau sebagai syarat disalurkannya ADD pada tahun berjalan. Pada 2012 misalnya sebanyak Rp8 miliar lebih ADD tertahan di bank tak dapat dicairkan karena desa tak bisa menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan ADD tahun sebelumnya dengan tepat waktu. (Bhekti Suryani, bhekti@harianjogja.com)
Sumber: Harian Jogja, 4 Juni 2013
Catatan:
Berdasarkan Pasal 1 angka 11. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. ADD merupakan salah satu sumber pendapatan desa, yaitu bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10%, yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 68 ayat (1) huruf c. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005.
Mengenai pengaturannya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 72 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, ketentuan lebih lanjut mengenai sumber pendapatan desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
BPK dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya berhubungan dengan Aparat Penegak Hukum (APH). Hal tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara:
Pasal 14
(1) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan:
Pasal 8
(3) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.
(4) Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.