Kasus BOK JTT Rugikan Negara Rp413 Juta

Yogyakarta – Penyidik[1] Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY kemarin memeriksa saksi ahli dari tim audit dalam kasus[2] dugaan korupsi Biaya Operasi Kendaraan (BOK)[3] PT Jogja Tugu Trans (JTT). Hasil audit investigasi ini menguatkan dugaan awal penyidik adanya kerugian negara[4] pada kasus tersebut.

BPKP[5] dan BPK[6] telah bekerja sama dengan Kejati[7] DIY dalam mengaudit kerugian negara  pada BOK JTT. BPKP bertugas mengaudit kerugian negara, sedangkan BPK menjadi staf ahli[8] atas pengusutan perkara[9]. Berdasarkan temuan audit investigasi, negara dirugikan Rp413 juta.

“Kemarin sudah pemberkasan auditor, dalam kasus ini timbul kerugian negara Rp413 juta,” kata Kasi[10] Penyidikan Pidana Khusus Kejati DIY Dadang Darussalam, kemarin. (ristu hanafi)

Sumber: Seputar Indonesia, 28 Agustus 2013

 

Catatan:

Berdasarkan Penjelasan Pasal 4 ayat (4) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang  Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, audit investigasi atau pemeriksaan investigatif  merupakan salah satu bentuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Berdasarkan Pasal 13 Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004, pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP) 06 dan 07 dinyatakan bahwa tujuan tersebut dicapai dengan cara mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang‐undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse). Yang dimaksud dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang‐undangan tersebut adalah penyimpangan yang mengandung unsur pidana yang terkait dengan hal yang diperiksa.

Selanjutnya ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 mengatur bahwa “apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan”. Laporan tersebut dijadikan sebagai dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang‐undangan.



[1] Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

[2] Kasus: keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan atau perkara; keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal, soal, perkara

[3] Biaya Operasional Kendaraan (BOK): biaya yang secara ekonomi terjadi dengan dioperasikannya satu kendaraan pada kondisi normal untuk satu tujuan. Komponen‐komponen biaya yang diperhitungkan adalah sebagai berikut :

1. Biaya tetap (fixed cost)

2. Biaya tidak tetap (variable cost)

3. Biaya lainnya (overhead)

[4] Berdasarkan Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

[5] BPKP: Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan

[6] BPK: Badan Pemeriksa Keuangan

[7] Kejati: Kejaksaan Tinggi

[8]Berdasarkan Pasal 120 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik berhak mendatangkan staf ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus dalam proses penyidikan.

[9] Perkara: masalah, persoalan, urusan yang perlu diselesaikan atau dibereskan), tindak pidana. (KBBI)

[10] Kasi: Kepala Seksi.