Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor
JOGJA – Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Bantul Ir. Edy Suharyanta didakwa[1] korupsi[2] dana hibah[3] program intensifikasi[4] tembakau virginia[5] senilai Rp420 juta. Dakwaan itu terungkap dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogjakarta, kemarin (18/11).
Edy didakwa sengaja memperkaya diri dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatannya sebagai Kepala Dispertahut Bantul sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara[6].
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nanik Kushartanti, SH mendakwa Edy dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 KUHP dan dakwaan sekunder[7] Pasal 3 UU Tipikor.
“Terdakwa[8] dengan sengaja memperkaya diri, dan menyalahgunakan jabatannya yang menyebabkan kerugian keuangan negara,” kata Nanik saat membacakan dakwaan di depan sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Soewarno, SH.
Akibat perbuatan tersebut, Edy terancam hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal selama 20 tahun. Dalam sidang, JPU menilai Edy terlibat kasus dugaan korupsi intensifikasi penanaman tembakau virginia oleh kelompok tani di Bantul pada 2003 lalu. Sebagai Kepala Dispertahut, Edy didakwa berperan dan mengetahui pencairan dan penggunaan dana hibah Rp570 juta. Hanya, uang itu tidak langsung dicairkan. Uang baru dicairkan pada 2009. Selama rentang waktu antara 2003-2009 tersebut, KUB meminjam dana dari Bank Pasar Bantul.
“Setelah dana Rp570 juta cair, uang tidak digunakan untuk menanam tembakau tapi digunakan membayar utang di Bank Pasar Bantul,” kata Nanik.
Penasehat Hukum Edy Suharyanto, Nurwahyuni Purwaningsih, SH menyatakan keberatan dengan dakwaan itu. Menurut dia, ada poin[9]-poin yang tidak sesuai dengan hasil penyidikan. “Ada poin yang berbeda antara dakwaan dan BAP. Kami akan ajukan eksepsi (keberatan),” kata Purwaningsih.
Selain perkara tembakau virginia, Pengadilan Tipikor juga menggelar sidang pertama kasus dugaan korupsi biaya operasional kendaraan (BOK) PT Jogja Tugu Trans (JTT) dengan terdakwa mantan Dirut PT JTT Purwanto Johan Riyadi. Dalam sidang, Johan didakwa melanggar Pasal 2 jo. Pasal 3 UU Tipikor No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001. Ancaman hukuman itu sama dengan yang didakwakan terhadap Edy. Yakni minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun.
Purwanto dinilai memperkaya diri sendiri melalui anggaran BOK 2008-2009 senilai Rp413 juta. Penasehat hukum Purwanto, Deddy Suwadi Siregar, SH mengatakan hasil audit[10] BPK tidak sesuai dengan prosedur[11], tak ada kerugian negara dalam perkara ini,” bela Deddy. (mar/ila/ga)
Sumber: Jawa Pos, 19 November 2013
Catatan:
Ketentuan mengenai ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut, terdakwa juga dapat dijatuhi pidana tambahan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17 undang-undang tersebut. Ketentuan mengenai pidana tambahan diatur dalam Pasal 18, sebagai berikut.
(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah:
- perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
- pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
- penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;
- pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
[1] Didakwa adalah dituduh (KBBI)
[2] Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1000 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
[3] Berdasarkan Pasal 1 angka 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, hibah adalah pemberian bantuan uang/barang atau jasa dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, Perusahaan Daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuham, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
[4] Intensifikasi adalah perihal meningkatkan kegiatan yang lebih hebat; pengintensifan (KBBI)
[5] Tembakau Virginia (Flue-cured) adalah salah satu jenis tembakau yang diproduksi di Indonesia.
[6] Pengertian keuangan negara berdasarkan Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
[7] Sekunder adalah berkenaan dengan yang kedua atau tingkatan kedua (KBBI)
[8] Berdasarkan Pasal 1 angka 15. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.
[9] Poin adalah titik (KBBI)
[10] Audit adalah: 1) pemeriksaan pembukuan tentang keuangan (perusahaan, bank, dsb) secara berkala; atau 2) pengujian efektivitas keluar masuknya uang dan penilaian kewajaran laporan yang dihasilkannya. (KBBI)
[11] Prosedur adalah: 1) tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas; atau 2) metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah. (KBBI)