MASALAH SOSIAL
Data kemiskinan yang ditetapkan Pemerintah Pusat dituding menjadi penyebab masih tingginya angka kemiskinan di Bantul. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bantul Fenty Yustidayati mengaku banyak orang yang sebenarnya mampu di Bantul, tetapi masih tetap mengaku miskin dan menerima bantuan. Karena itu kemiskinan di daerah ini masih tetap tinggi.
” Dalam beberapa kesempatan sarasehan di sejumlah kecamatan, banyak lurah dan dukuh yang mengeluh data kemiskinan tidak sesuai dengan di lapangan. Banyak yang sudah tidak miskin tetapi kok tetap mengaku miskin, ” kata Fenty.
Sampai saat ini data warga miskin di Bantul berdasarkan penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) masih di angka sekitar 139.600 atau sekitar 14,07% dari total jumlah penduduk. Menurut Fenty, yang menentukan warga miskin di Bantul adalah Kementerian Sosial (Kemensos) sehingga tidak mudah untuk mengubah data.
Berbagai program yang digulirkan Pemerintah Pusat disebut Fenty juga turut meninabobokkan warga untuk menyandang status miskin. Tidak jarang, warga yang sudah berubah lebih baik dari sisi ekonomi, tetapi tidak ingin melepas status sebagai warga penerima bantuan. ” Kebijakan Pemerintah Pusat jangan memancing orang untuk mengaku miskin,” ucap Fenty.
Di sisi lain, sambung Fenty, ada warga yang sebenarnya pantas mendapat bantuan tetapi tidak masuk dalam pendataan di data kemiskinan yang ditetapkan oleh Kemensos.
Kendati masih ada data kemiskinan yang tidak sesuai, Pemkab terus berupaya mengentaskan angka kemiskinan di Bantul melalui berbagai program yang digulirkan sejumlah OPD. Dalam RPJMD Perubahan ini, semua OPD diminta untuk memfokuskan program yang mengarah pada sasaran.
Program tersebut di antaranya adalah yang bisa menurunkan beban hidup masyarakat, program pemberdayaan melalui pelatihan dan bantuan modal usaha, serta program padat karya. Fenty berharap sampai 2021 mendatang kemiskinan di Bantul turun sebesar 5,8%.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan (DP2KP) Bantul, Pulung Haryadi mengatakan instansinya setiap tahun memberikan porsi anggaran terbesar untuk pemberdayaan melalui berbagai pelatihan kepada kelompok tani. Namun nyatanya angka kemikinan tidak turun.
Tahun ini, DP2KP menganggarkan Rp 16 miliar. Anggaran tersebut sebagian besar dialokasikan untuk program pemberdayaan, kedua adalah pembangunan infrastruktur. ” Kuncinya bagi saya adalah validasi data. Yakin kalau data valid dan sesuai pasti bisa menurunkan angka kemiskinan, ” kata Pulung. Menurut dia, perlu ada rumusan yang jelas, terkait indikator kemiskinan. “Tidak mungkin orang terus-teruan miskin,” ucap dia.
Kepala Bidang Perencanaan Bappeda DIY Ni Made Dwipahti mengatakan perlu ada validasi data antara BPS dan data yang diverifikasi oleh kabupaten dan kota, “ Sepanjang data belum klop perlu ada inisiasi bersama,” kata dia.