BANTUL – Pada tahun 2013, sekitar Rp7 miliar dari total Rp11 miliar Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Bantul tak mampu diserap. Sebagian besar kendalanya ada pada sistem pelaporan atau pertanggungjawaban yang tak mampu dilakukan oleh pihak desa.
Gelontoran dana besar yang dialokasikan ke Pemerintah Desa bisa menjadi bumerang jika tak diimbangi kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Aparatur desa bahkan bisa terjerat kasus hukum dan menjadi pesakitan di balik jeruji besi karena tersandung kasus penggelapan maupun korupsi.
Kepala Sub Bagian Kekayaan Desa Bagian Pemerintahan Desa Pemkab Bantul Totok Budiharto menyebutkan, pada tahap kedua pencairan ADD tahun 2013, dari 75 desa di Bantul hanya 27 desa yang bisa mencairkan ADD. Sementara pada tahap ketiga hanya 28 desa.
Tak hanya itu, ADD pada bulan Juni 2013 bahkan sempat menjadi temuan BPK. Lembaga audit keuangan negara itu menemukan adanya indikasi pelanggaran aturan dalam penggunaannya.
“Sesuai rekomendasi[1] BPK, desa yang tidak mengajukan dan menyampaikan laporan tidak bisa mencairkan ADD,” katanya.
Sementara Kabag Pemdes Setda[2] Sigit Widodo menuturkan, Bagian Pemdes hanya bertugas menerima dan mengucurkan ADD. Sementara tidak cairnya ADD sampai ke desa merupakan kesalahan desa sendiri. “Banyak desa yang tak dapat menyusun LPj ADD sebagai pemicu,” ujarnya.
Sigit menguraikan, lemahnya sinergitas antar elemen di tingkat desa menjadi persoalan utama. Faktanya, Tim Pelaksana ADD Desa jarang mendapatkan dukungan dari desa.
“Perencanaan dan penggunaan anggaran juga masih lemah,” katanya.
Menurut dia, Bagian Pemdes akan memberikan pendampingan jika desa kesulitan menyusun LPj ADD. Kabag Keuangan Desa Timbulharjo, Sewon Mardi mengaku desanya siap menerima anggaran Rp1 miliar. Desa Timbulharjo selama ini juga tak pernah mengalami kesulitan menyusun LPj ADD. “Sebenarnya tidak sulit. Kalau perencanaan jelas, otomatis penggunaannya juga akan mengikuti,” ucapnya.
Permasalahan ini akhirnya membuat sejumlah pihak khawatir dengan penetapan Undang-Undang Desa yang memungkinkan desa mendapat aliran dana sekitar Rp1,4 miliar.
Anggota Komisi A DPRD Bantul Subchan Nawawi mengatakan, nilai ADD pada masing-masing desa berbeda. Anggaran yang dikucurkan setiap empat bulan sekali tersebut sekitar Rp170 juta hingga Rp200 juta.
Ironisnya, permasalahan yang menyebabkan terhentinya aliran ADD sangat mendasar, yakni terkait pelaporan pertnggungjawaban. Subchan memperkirakan, ada 30 desa yang tak dapat menyelesaikan pembuatan Laporan Pertanggungjawaban (LPj) ADD sepanjang tahun 2013. (qin)
Sumber: Bernas, 3 Januari 2014
Catatan:
Rekomendasi, sesuai dengan Pasal 1 angka 12. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan. Berdasarkan Pasal 20 undang-undang tersebut, ketentuan mengenai rekomendasi adalah sebagai berikut.
- Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
- Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
- Jawaban atau penjelasan tersebut disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
- BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan tersebut.
- Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban tersebut dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut tersebut kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.
[1]Berdasarkan Pasal 1 angka 12. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.
[2]Kepala Bagian Pemerintah Desa Sekretariat Daerah