JOGJA — (26/8) Wakil Rakyat di DPRD DIY menolak tudingan sebagian masyarakat bahwa serapan Dana Keistimewaan (Danais)[1] rendah karena pembahasan rancangan peraturan daerah istimewa (Raperdais)[2] molor. Serapan rendah anggaran yang bernomenklatur[3] dana otonomi khusus itu sama sekali tak terkait dengan Raperdais. “Tidak ada kaitannya dengan raperdais. Karena sudah ada Perdais Induk (Perdais No 1 Tahun 2013 Tentang Pokok-Pokok Keistimewaan),” kata ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperdais Tata Cara Pengisian Jabatan Gubernur dan Wagub Istianah ZA,(25/8).
Tak berbeda, Ketua Pansus Revisi Perdais Induk Eko Suwanto juga menegaskan, dewan selama ini sama sekali tak terlibat mengenai Danais, Baik itu dari perencanaan sampai dengan pengalokasian Danais.”Ini yang seharusnya diupayakan agar perencanaan danais ini melibatkan dewan, tutur politikus dari PDI Perjuangan ini. Ia mengungkapkan mengenai Danais dirinya hanya bisa mengawasi saja. Itu pun hanya pemberitahuan dari eksekutif mengenai alokasi anggaran tersebut. “Sebatas mengetahui apa yang telah direncanakan,”Sesal Eko.
Seperti diketahui, serapan Danais tahun 2014 ini lebih mengkhawatirkan dibandingkan tahun lalu. Tahun ini sampai dengan akhir pertengah semester pertama, serapan danais untuk termin pertama hanya Rp 52 Miliar. Padahal, alokasi Danais termin pertama mencapai Rp 130 Miliar. Dari total alokasi anggaran 2014 ini Rp 532 Miliar. Inilah yang membuat Gubernur HB X mengeluh saat syawalan di pemkab dan pemkot. HB X berharap, adanya pemisahan SKPD[4] dinas kebudayaan selama ini, SKPD tersebut menjadi satu dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Di lain pihak, Sekretaris provinsi (Sekprov) Ichsanuri mengaku, adanya keterlambatan serapan danais di termin pertama ini karena masalah waktu pencairan. Tahun 2013 silam pihaknya baru mengetahui danais cair setelah pengisian DIPA[5].”Itupun Oktober,” jelasnya. (eri/laz/ga)
Sumber: Harian Jawa Pos, 26 Agustus 2014
Catatan:
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengatur bahwa Pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara. Dana dalam rangka pelaksanaan Keistimewaan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan pengajuan Pemerintah Daerah DIY. Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa dana Keistimewaan yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Daerah DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengalokasian dan penyaluran dana Keistimewaan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Selanjutnya Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pengalokasian dan Penyaluran Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengatur bahwa Penyaluran Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 dilakukan secara bertahap sesuai dengan laporan pencapaian kinerja dengan rincian sebagai berikut
- Tahap I disalurkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari alokasi Dana Keistimewaan;
- Tahap II disalurkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari alokasi Dana Keistimewaan setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I mencapai minimal 80% (delapan puluh persen)
[1] Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah dana yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang dialokasikan untuk mendanai Kewenangan Istimewa dan merupakan Belanja Transfer pada bagian Transfer Lainnya (Pasal 1 Butir 4 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia NOMOR 103/PMK.07/2013 Tentang Tata Cara Pengalokasian Dan Penyaluran Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta).
[2] Rancangan peraturan Daerah Istimmewa (Raperdais) diatur dalam peraturan daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta NOMOR 1 Tahun 2013 Tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Baca: Pasal 7 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta)
[3] no·men·kla·tur /noménklatur/ n 1 penamaan yg dipakai dl bidang atau ilmu tertentu; tata nama; 2 pembentukan (sering kali atas dasar kesepakatan internasional) tata susunan dan aturan pemberian nama objek studi bagi cabang ilmu pengetahuan
[4] Satuan Kerja Perangkat Daerah (biasa disingkat SKPD) adalah perangkat Pemerintah Daerah (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) di Indonesia. SKPD adalah pelaksana fungsi eksekutif yang harus berkoordinasi agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan baik. Dasar hukum yang berlaku sejak tahun 2004 untuk pembentukan SKPD adalah Pasal 120 UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
[5] Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah. DIPA memuat informasi tentang program-program, kegiatan, jenis belanja (akun) baik dana APBN, PNBP/BLU, hibah terikat/tidak terikat.dan dana lainnya.