BELUM MENYENTUH KEBUTUHAN RIIL RAKYAT
DISAHKANNYA Undang-Undang no 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY (UUK) membawa berkah berupa tambahan kekuatan keuangan daerah Dana Keistimewaan (Danais). Sejak 2013 hingga 2018, pemerintah telah mengucurkan dana Rp 3,6 triliun untuk dikelola Pemda DIY dalam mendukung program keistimewaan DIY.
Sayangnya, pemanfaatan Danais selama lima tahun itu belum berdampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat DIY. Tingginya angka kemiskinan, lebarnya ketimpangan pendapatan dan ketimpangan antar wilayah masih menjadi persoalan besar yang belum bisa diatasi.
UUK mengatur lima urusan keistimewaan DIY, yaitu mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, kelembagaan pemerintah DIY, pertanahan, kebudayaan dan tata ruang. Meski tidak ada amanah langsung bahwa Danais digunakan untuk pengentasan kemiskinan, namun tujuan penyelenggaraan keistimewaan DIY sesuai Pasal 5 UUK adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman rakyat.
“Alokasi Danais harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan itu. Danais harus mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan rakyat dan mendukung pembangunan daerah. Implementasi Danais harus didesain lebih serius untuk mengatasi persoalan mendasar kemiskinan dan kesenjangan,” kata Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto.
Anggota Komisi A DPRD DIY Sadar Narima mengkritisi pola pikir kalangan birokrat yang melihat Danais seperti semacam bonus tambahan saja, sehingga pemda terkesan masih trial and error. Padahal dari kacamata pusat, Danais itu sama seperti daerah memposisikan APBD, sehingga Danais harus direncanakan, dibahas, dilaksanakan sesuai metode penganggaran di pemda.
“Danais seharusnya dipandang sebagai dana tambahan non-APBD, meski masuk APBD, yang juga harus memberikan signifikansi terhadap kesejahteraan masyarakat. Perencanaan Danais harus mempertimbangkan pendekatan kebutuhan riil masyarakat, hasil yang akan dicapai, titik berat program keistimewaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tahunnya. Itu yang harus kita lakukan evaluasi,” tandas Sadar.
Salah satu yang perlu dievaluasi, menurut Sadar, adalah besarnya alokasi Danais untuk revitalisasi Malioboro yang menelan ratusan miliar, juga proporsi untuk pembangunan fisik. “Sebenarnya Malioboro itu sendiri sudah menjadi daya Tarik, ikon Yogya, jadi apapun kondisinya dan dibangun seperti apapun orang akan kesana. Silakan Malioboro dikembangkan tapi dalam proporsi yang nasional. Lagipula Malioboro itu kan wilayah Kota juga, sehingga bisa direvitalisasi dengan sharing APBD Propinsi dan APBD Kota. Alokasi Danais lebih baik untuk pengembangan di wilayah yang masih tertinggal,” urainya.
Pemanfaatan Danais selalu menjadi sorotan legislatief dari tahun ke tahun. Kurang berdampaknya Danais dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat secara progresif menunjukkan ada problem serius dalam tahap perencanaan. Menurut Wakil Ketua DPRD DIY Arif Noor Hartanto, selama ini perencanaan Danais dengan pola tertutup, hanya dari eksekutif dan Kementrian Keuangan, tidak ada pelibatan DPRD maupun masyarakat.
“Danais dimasukkan dalam APBD kan tinggal dicatatkan saja, karena sudah ada persetujuan dari pemerintah pusat. Menurut masukan pakar saat menyusun pokok pikiran DPRD, mereka mengatakan ketika tidak ada aturan dan tidak ada larangan, kenapa tidak eksekutif mengajak legislative berkomunikasi? Jangan sampai ada kesan seperti ada yang disembunyikan,” tegas Inung, sapaan Arif.
Transparansi dan akuntabilitas juga ditekankan Eko Suwanto, dengan meminta Pemda meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengalokasian Danais. Politisi PDI Perjuangan itu mengusulkan adanya Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang khusus membahas rencana alokasi keistimewaan.
“Kalau ada masyarakat yang merasa Danais belum sampai ke akar rumput, bisa jadi karena proses perencanaan dan pelaksanaan program belum menyentuh urusan publik. Saatnya Pemda DIY untuk membuka partisipasi publik agar bisa berperan dalam proses perencanaan, sehingga masyarakat bisa turut merencanakan kegiatan sesuai kebutuhan di bawah,” uangkapnya.
DIY akan membentuk lembaga baru Paniradya Keistimewaan, yang secara khusu akan mengurus program keistimewaan DIY. Eko berharap dengan lembaga itu, persoalan keistimewaan DIY bisa lebih fokus terurus pada satu lembaga dengan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Selain itu, pengelolaan Danais melalui Paniradya Keistimewaan diharapkan lebih efektif dapat menciptakan lapangan pekerjaan meningkatkan pendapatn masyarakat sehingga tercapai kesejahteraannya. “Jika nanti terbentuk, Paniradya harus mampu menyelaraskan perencanaan APBD dan Danais agar keduanya didorong mampu menyejahterakan masyarakat,” ujar Eko.