Pembagian Japel RSUD Wonosari Disoal

Mekanisme Remunerasi untuk Dokter Diduga Menyalahi Prosedur

Pembagian jasa pelayanan (Japel) RSUD Wonosari diduga bermasalah. Mekanisme remunerasi untuk dokter ditengarai menyalahi prosedur. Perhitungan japel tidak sesuai dengan Perbup No.113 Tahun 2018.

Hal ini diuangkapkan oleh mantan pegawai RSUD Wonosari Ari Hermawan yang belum lama ini juga menyoal prosedur mutase dirinya. Pegawai yang kini bertugas di Puskesmas Tanjungsari itu tidak keberatan tentang mutasi. Hanya saja dia beranggapan, momentum mutasi berdekatan dengan klarifikasinya terkait dengan japel.

“Terkait pembagian jasa pelayanan di RSUD, menurut dugaan saya, tidak sesuai dengan Perbup No.4 Tahun 2015,” kata Ari Hermawan kemarin (31/3).

Dikatakan, dalam perbup disebutkan bahwa 50 persen jasa pelayanan diberikan langsung kepada penghasil yang ditetapkan oleh direktur. Penghasil terdiri dari profesi yang memberikan pelayanan langsung dan diberikan langsung atas pelayanan, salah satunya dokter. Tapi kenyataannya perdir tidak menetapkan tentang besaran 50 persen japel.

“Jasa pelayanan diberikan langsung kepada penghasil, dan kenyataannya di perhitungan japel 50 persen tidak diberikan langsung kepada penghasil, melainkan dikonversikan dulu. Itu juga menjadi dasar hukum perhitungan jasa pelayanan di RSUD Wonosari,” ujarnya.

Ditanya apa sebelumnya telah klarifikasi ke pihak terkait, kata dia, sudah yakni pada 19 Februari 2019. Hasil klarifikasi waktu itu janggal, karena sesuai data billing di RSUD Wonosari, pasien yang dia layani lebih banyak daripada pasien teman sejawatnya.

“Pada 2 Februari 2019 saya mendapat surat dari RSUD yang ditandatangani oleh tim ketua pengaduan, menyatakan ada kesalahan perhitungan jasa pelayanan,” ungkapnya.

Benar saja, terdapat kekurangan bayar sejumlah kurang lebih Rp3 juta, dan kurang lebih Rp2 juta kepada teman seprofesi di IGD. Kemudian hari berikutnya Ari beserta teman sejawat diminta menghadap bagian keuangan untuk menerima kekurangan bayar jasa pelayanan.

“Total kurang lebih Rp5 juta diberikan secara tunai atau cash, kepada saya dan teman sejawat saya. Setahu saya sekarang tidak ada pembayaran tunai, melainkan pembayaran melalui transfer ke rekening bank,” bebernya.

Setelah kejadian itu pada 28 Februari, tiba-tiba muncul SK mutase dari RSUD Wonosari ke UPT Puskesmas Ponjong I. Kemudian pada 16 Maret 2019 pihaknya bertemu tim penjaminan RSUD Wonosari untuk melakukan klarifikasi tentang pembagian jasa pelayanan itu. Dia menduga, selama ini telah terjadi kesalahan perhitungan pembagian jasa pelayanan selama kurang lebih satu tahun.

“Dari hasil klarifikasi semakin menguatkan dugaan saya bila telah terjadi kesalahan perhitungan jasa pelayanan di RSUD Wonosari yang tidak sesuai Perbup maupun Perdir yang menjadi dasar hukum perhitungan jasa pelayanan di RSUD Wonosari,” terangnya.

Atas masalah itu Ari menduga ada potensi kerugian yang dialami oleh teman-teman seprofesi. Dengan demikian diharapkan masalah ini diungkap secara transparan, dan dilakukan audit sehingga tidak terjadi preseden kurang baik.

“Dan bila pada kenyataan nanti ada kesalahan sesuai dugaan, saya harap pihak RSUD Wonosari berlapang dada mengakui serta mengganti kerugian atas kesalahan itu,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur RSUD Wonosari Heru Sulistyowati memilih irit bicara ketika dikonfirmasi mengenai permasalahan ini. “Silakan hubungi PPID (Pejabat Pengelola Informasi Daerah) nggih,” tulis Heru Sulistyowati melalui pesan Watshapp kepada Radar Jogja.

Hanya saja, ketika Kepala PPID Wonosari Martono dihubungi, belum bisa dikonfirmasi. Beberapa kali dikontak melalui sambungan telpon pribadinya, belum ada jawaban.

Selengkapnya: Tautan