Jadi Temuan BPK, Pemkab Tertibkan ADD

BANTUL Pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) 2012 menjadi salah satu temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sehingga mulai tahun ini Pemerintah Kabupaten Bantul akan memberlakukan penertiban. Melalui Peraturan Bupati Bantul Nomor 28/2013 ADD akan hangus jika Pemerintah Desa belum menyerahkan Laporan Penyelenggaraan di desa masing-masing.

Kepala Bagian Pemerintahan Desa Pemkab Bantul Sigit Widodo mengungkapkan, ADD memang menjadi temuan BPK. Namun penyebabnya akibat kendala teknis dalam penyampaian pelaporan kegiatan masing- masing Pemdes. Selama ini, masih banyak desa yang belum menyerahkan Laporan Penggunaan Dana tahun sebelumnya. Padahal laporan tersebut merupakan prasyarat pencairan ADD di tahun berikutnya.

“Yang menjadi kendala memang di desa, mereka sering terlambat menyampaikan laporan. Itu sebabnya tahun ini kami tegaskan, jika tidak bisa menyampaikan laporan maka ADD akan hangus,” kata Sigit di kantornya kemarin.

Sigit mengatakan, saat ini ADD memang dialokasikan untuk dua hal yaitu masing-masing 30% untuk operasional desa dan 70% untuk kegiatan masyarakat. Untuk pertanggungjawaban penggunaan dana 30% operasional Pemerintah Desa selama ini tidak menjadi masalah, namun yang banyak mengalami kendala ada di alokasi dana 70% yang diberikan kepada masyarakat. Pasalnya, masyarakat sering terlambat memberikan laporan dari penggunaan dana yang diberikan Pemdes.

Terkait dengan selisih dana Rp222 juta dari rekening yang dicairkan dengan pelaporan, menurutnya hal tersebut hanyalah permasalahan perbedaan proses pencatatan antara pihak bank dengan Bagian Pemerintahan Desa Pemkab Bantul. Karena memang setiap saat rekening ADD selalu berubah tergantung dari desa yang telah mencairkannya. “Data rekening memang sangat dinamis, selalu berubah setiap saat. Saat ini sekian, besok pagi bisa berubah,” ucapnya.

Sigit menerangkan, pencairan ADD berlangsung tiga tahap yaitu masing-masing 30% untuk tahap pertama. Tahap kedua 40%, dan tahap ketiga 30%. Sebagai persyaratan pencairan tahap pertama, harus ada Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Jika desa belum memiliki APBDes maka ADD belum bisa dicairkan.

Sigit mengakui, memang masih banyak desa yang belum bisa mencairkan ADD karena kendala pelaporan tersebut, sehingga dalam temuan BPK muncul angka Rp8 miliar yang belum dicairkan. Ia mencatat, dari 75 desa sebagian besar belum bisa mencairkan Dana ADD 2012. Bahkan dari desa-desa di 17 kecamatan yang ada di Bantul, hanya desa-desa di Kecamatan Imogiri yang semuanya telah mencairkan ADD mereka. “Di Imogiri ada delapan desa, semuanya sudah berhasil membuat laporan,” katanya.

Lebih lanjut Sigit mengatakan, pihaknya memang sering memberikan hukuman kepada desa-desa yang terlambat memberikan pelaporan kegiatan mereka berupa pemotongan ADD di tahun berikutnya. Potongan tersebut tergantung pada lamanya keterlambatan penyampaian laporan.

Sementara itu, Lurah Desa Sidomulyo Edy Murjito mengakui, pembuatan Laporan Penggunaan Dana Desa memang menjadi permasalahan tersendiri bagi Pemerintah Desa. Permasalahan tersebut ada pada penyampaian laporan dari alokasi ADD untuk kegiatan masyarakat. Maka untuk menyiasatinya, perlu ada kebijakan Pemdes setempat agar masyarakat tertib memberikan laporan. “Kami setuju dengan hukuman hangus tersebut, agar Pemdes lebih aktif dan lebih inovatif,” katanya.

Terpisah, kejaksaan didesak menindaklanjuti temuan BPK dalam pencairan Anggaran ADD Kabupaten Bantul.

Divisi Pengaduan Masyarakat Jogja Corruption Watch (JCW) Baharudin Kamba mendesak Kejaksaan Negeri Bantul atau Kejaksaan Tinggi DIY menindaklanjuti temuan ini. Karena menurut Laporan Hasil Pemeriksaan BPK menunjukkan adanya selisih anggaran sebesar Rp222 juta antara pencairan Dana APBD dengan Laporan Pertanggungjawaban dari desa. Selain itu juga muncul kejanggalan penarikan Dana ADD oleh Pemerintah Desa yang tak disertai persetujuan Bagian Pemerintahan Desa atas nama Bupati.

“Kami minta temuan BPK ini ditindaklanjuti dan didalami. Jika Kejari Bantul tak berani ambil sikap, kami desak Kejati untuk mengambil alih,” kata Baharudin kemarin.

Menurut Baharudin, temuan BPK ini bisa menjadi salah satu alat bukti dan landasan bagi Korps Adhyaksa untuk turun melakukan langkah-langkah hukum.

“Temuan ini bisa jadi landasan untuk diproses secara hukum. Harus ada penyelidikan, bahkan bisa segera panggil pihak-pihak yang diduga terlibat,” katanya. Erfanto Linangkung/Ristu Hanafi

Sumber: Seputar Indonesia, 31 Mei 2013

 

Catatan:

Berdasarkan Pasal 1 angka 11. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. ADD merupakan salah satu sumber pendapatan desa, yaitu bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10%, yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 68 ayat (1) huruf c. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005.

Mengenai pengaturannya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 72 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, ketentuan lebih lanjut mengenai sumber pendapatan desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.