Direksi Tarik Bonus Pegawai RSUD

Merespon Masukan dari Badan Pemeriksa Keuangan

 

BANTUL,TRIBUN– Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai pemberian bonus bagi pegawai RSUD Panembahan Senopati, Kabupaten Bantul, sebesar Rp 650.120.000, melanggar perundang-undangan. Maka, setelah memperoleh masukan dari BPK, Direksi RSUD pun menarik kembali pemberian bonus tersebut.

“BPK menyarankan, ke depan, pemberian bonus atau sanksi tidak dipisah, namun dihitung dalam poin indeks remunerasii, sehingga pemberian bonus atau sanksi nanti tidak bisa dilanjutkan,” ujar Direktur RSUD Panembahan Senopati I Wayan Sudana, ketika dimintai konfirmasi, Sabtu (6/10).

Dalam Pasal 39 ayat (1) dijelaskan, pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada PNS berdasarkan pertimbangan yang objektif dengan memperlihatkan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD.

Selain itu, pemberian tambahan penghasilan bagi pegawai PNS dan non-PNS selama empat kali tersebut murni keputusan direksi dan tidak sesuai dengan Perbup Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan bagi PNS di lingkungan Pemkab Bantul.

“Tambahan penghasilan tidak dapat diberikan kepada pegawai karena  tunjangan kesejahteraan sudah diatur tersendiri yaitu remunerasi,” ujar Penanggung Jawab Pemeriksaan Keuangan Pemkab Bantul, Eko Yulianto, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tersebut.

Sedangkan menurut Wayan Sudana, sebelumnya Direksi RSUD Panembahan Senopati menilai, pemberian penghasian tambahan alias bonus bagi pegawai RSUD diperbolehkan. Sebab, pengelolaan RSUD yang sahamnya dimiliki Pemkab Bantul ini sesuai standar Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

“Temuan BPK itu bukan dikarenakan pemberian bonus dilarang, namun lebih pada pembenahan administrasi keuangan RSUD,” ungkap Wayan Sudana.

Wayan mengatakan, RSUD telah memperbaiki sistem administrasi keuangan. Hal tersebut sebagai upaya agar Bantul meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualianii. “ Kami sudah rapikan sesuai kaidah rumah sakit sebagai BLUD,” tandasnya.

Menurut Wayan, selain pengelolaan telah menganut mekanisme BLUD, RSUD juga telah menerapkan sistem remunerasi. Sehingga, pemberian bonus atau saksi bagi para pegawai diperbolehkan karena tak menabrak peraturan perundang-undangan.

“Dalam struktur keorganisasian pemberian bonus ataupun sanksi sangat dianjurkan demi menjaga dinamika organisasi,” ucapnya.

Adapun temuan BPK tersebut tertuang dalam laporan Nomor 07C/LHP/XVIII.YOG/05/2012 tertanggal 31 Mei 2012. BPK menilai pemberian bonus melanggar Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2009 tentang Pengelolaaan Keuangan Daerah. (yud)

Sumber:

 Tribun Jogja, Tanggal 8 Oktober 2012

  

Catatan

Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah. Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan statusnya sebagai BLUD.

Contoh dari SKPD dengan status BLUD adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Unit kerja seperti Puskesmas atau tempat rekreasi tidak tertutup kemungkinan ditingkatkan statusnya sebagai BLUD.

 

_____________________________

iRemunerasi memiliki arti penggajian, bisa berupa uang atau lainnya atas imbalannya bekerja rutin. Sedangkan Remunerasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Pembelian hadiah, (jasa atau lainnya); imbalan.”

iiWajar Tanpa Pengecualian sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan salah satu jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa.