Alkes RS Jogja, Kejati Tetapkan Dua Tersangka

Jogja – Semangat Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIJ menampakkan perkembangan signifikan. Tak hanya mengusut dugaan penyimpangan hibah Persiba dan tembakau virginia[1] di lingkungan Pemkab Bantul, diam-diam Kejati menelusuri kasus dugaan penyimpangan pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Rumah Sakit (RS) Jogja. RS jogja ini dulunya bernama RS Wirosaban milik Pemkot Jogja. Bahkan, Kejati telah meningkatkan status penyelidikan[2] ke tahap penyidikan[3] sejak beberapa waktu lalu.

Seiring dengan langkah itu Kejati juga telah menetapkan sejumlah tersangka[4]. “Sejak 24 Mei lalu, kami sudah menetapkan dua tersangka atas perkara tersebut,” kata Kasi Penkum[5] pada Asintel[6] Kejati DIJ Purwanto Sudarmaji, SH kemarin (7/6).

Hanya saja, Purwanto enggan memberikan identitas dua tersangka tersebut. Alasannya demi penyidikan yang tengah ditangani empat orang penyidik. “Maaf, kami belum bisa merilis nama-nama tersangka,” tambahnya.

Dari penelusuran Radar Jogja, dua tersangka itu berinisial BS seorang pejabat di lingkungan RS Jogja dan JH yang disebut-sebut dari rekanan. Purwanto menerangkan pengusutan kasus ini berawal dari laporan masyarakat sejak Januari lalu. Sejak itu, tim yang ditugaskan Kajati[7] DIJ Suyadi langsung bergerak. Setelah mengumpulkan data dan meminta keterangan, tim mendapatkan bukti permulaan adanya penyimpangan.

Pengadaan Alkes itu senilai Rp5 Milyar yang bersumber dari APBN Perubahan 2012. Sumbernya dari Dana Dekonsentrasi[8] Kementerian Kesehatan RI. “Saat ini Tim Penyidik masih bekerja, memanggil berbagai pihak yang disangka mengetahui,” jelas Purwanto.

Meski sudah naik ke penyidikan dan menetapkan tersangka, penyidik belum menahan dua orang yang dinilai bertanggung jawab atas kerugian negara[9] tersebut. “Soal ditahan atau tidak, sepenuhnya ada di tangan penyidik,” ungkapnya.

Humas RS Jogja Dyah Widyastuti mengatakan belum bisa memberikan tanggapan seputar kasus dugaan penyimpangan yang tengah diusut Kejati. “Tiba saatnya nanti kami akan beri tanggapan ke publik,” kilah Dyah kemarin. (mar/kus/nn)

Sumber: Jawa Pos/Radar Jogja, 8 Juni 2013

 

Catatan:

Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Pengertian tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Ketentuan mengenai Dana Dekonsentrasi diatur dalam Pasal 87 sampai dengan Pasal 93 undang-undang tersebut, antara lain sebagai berikut.

  1. Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah.
  2. Kegiatan dekonsentrasi di daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur.
  3. Pendanaan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat nonfisik.
  4. Dana Dekonsentrasi disalurkan melalui Rekening Kas Umum Negara.
  5. Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas pelaksanaan dekonsentrasi, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN.
  6. Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan dekonsentrasi, saldo tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara.
  7. Dalam hal pelaksanaan dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN dan disetor ke Rekening Kas Umum Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  8. Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan dekonsentrasi dilakukan secara terpisah dari penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan tugas pembantuan dan desentralisasi.
  9. Semua barang yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi menjadi barang milik negara.
  10. Barang milik negara tersebut dapat dihibahkan kepada daerah.
  11. Barang milik negara yang tidak dihibahkan kepada daerah wajib dikelola dan ditatausahakan oleh kementerian negara/lembaga yang memberikan pelimpahan wewenang.
  12. Pengawasan Dana Dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  13. Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.


[1] Tembakau Virginia adalah varietas tembakau yang biasa digunakan untuk rokok tanpa campuran cengkih. (KBBI)

[2] Berdasarkan Pasal 1 angka 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

[3] Berdasarkan Pasal 1 angka 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

[4] Berdasarkan Pasal 1 angka 14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

[5] Kepala Seksi Penerangan Hukum

[6] Asisten Intelijen

[7] Kepala Kejaksaan Tinggi

[8] Berdasarkan Pasal 1 angka 26. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dana dekonsentrasi adalah dana dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialolasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.

[9] Berdasarkan Pasal 1 angka 22. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.