Anggap Hibah KONI Tidak Masalah

DPRD Enggan Tindak Lanjuti Temuan BPK

            Jogja – Desakan sejumlah kalangan agar DPRD Kota Jogja menindaklanjuti temuan BPK atas hibah[1] KONI[2] Kota Jogja Tahun Anggaran (TA) 2011 dan 2012 senilai Rp13 miliar agaknya sulit direalisasi.

            Anggota parlemen[3] yang memiliki tugas pengawasan seolah-olah tak punya semangat mengusut kasus tersebut. Ketua Komisi A Dewan Kota Chang Wendryanto mengaku tidak berwenang menangani masalah tersebut. “Itu perlu dicatat. Masalah itu bukan menjadi kewenangan Komisi A,” kilah Chang kemarin (14/11).

            Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sejumlah aktivis antikorupsi mendesak Dewan Kota menegakkan peraturan perundang-undangan dengan menindaklanjuti temuan BPK dalam kasus KONI.

            Bahkan dewan juga diminta memanggil Kejari[4] Jogja yang dinilai lamban menangani kasus tersebut. Permintaan itu antara lain disampaikan Jogja Corruption Watch, Badan Anti Korupsi, dan Lembaga Pembela Hukum (LPH) Jogja.

            Dikatakan Chang, sejak awal hibah KONI TA 2011 dan 2012 dibahas Komisi D dan bukan Komisi A. Sesuai tata tertib dewan, Komisi A membidangi masalah pemerintahan. Sedangkan Komisi D mengurusi soal kesejahteraan rakyat atau kesra.

            Menurut Chang, selama ini Komisi D tak melihat ada persoalan terkait hibah KONI tersebut. “Kalau ada persoalan, pasti Komisi D melimpahkannya ke Komisi A. Selama ini nggak pernah,” katanya.

            Keterangan Chang itu ternyata berseberangan dengan pemeriksaan[5] BPK. Dari pemeriksaan BPK menemukan sejumlah indikasi[6] penyimpangan. Di antaranya, ada belanja fiktif, penggunaan dana tak sesuai peruntukannya, dan indikasi kerugian daerah[7] sedikitnya Rp600 juta. Termasuk hibah yang digelontorkan ke Klub Bola Voli Yuso Gunadarma.

            Meski demikian, Chang mengaku siap menjalankan fungsi pengawasan bila Komisi D menilai ada persoalan terkait hibah KONI tersebut. Sejauh ini, lanjut dia, komisinya tidak membedakan masalah hibah kepemudaan pada Kantor Kesbangpora[8] TA 2013 senilai Rp300 juta dengan hibah KONI tersebut.

            Soal hibah kepemudaan itu, Chang mengaku hanya ingin mengetahui dan mengecek laporan pertanggungjawaban (LPJ), apakah sesuai peruntukannya.

            Sebab, sejak awal Rapat Kerja Komisi A dengan Kepala Kantor Kesbangpora Sukamto terkesan kurang tegas. “Ya, ya akan memberikan LPJ, tapi sampai sekarang nggak ada buktinya,” ujarnya.

            Ketua Komisi D Sujanarko mengakui, hibah KONI Kota menjadi ranahnya, sebab, hal tersebut terkait bidang pemuda dan olahraga.

            Sujanarko menambahkan, saat rapat kerja dengan Kepala Kesbangpora tak pernah ada masalah. Apalagi indikasi adanya korupsi.

            “Sudah jelas kami melihat tidak ada persoalan. Kata Kepala Kantor Kesbangpora sudah klir. Sebaliknya, kalau ada persoalan dan indikasi pelanggaran, baru kita serahkan ke Komisi A,” kilahnya.

            Wakil Wali Kota Jogja Imam Priyono menyatakan, temuan BPK terhadap penggunaan hibah KONI tak pernah disoroti DPRD. Padahal nilainya mencapai miliaran rupiah. Sebaliknya, Komisi A lebih getol menyoal hibah kepemudaan di Kantor Kesbangpora senilai Rp300 juta.

            “Dewan jangan hanya bahas hibah Rp300 juta saja. Coba hibah miliaran rupiah yang diterima KONI Jogja. Itu juga memakai dana APBD[9]. Di mana fungsi pengawasan dewan?” tanya IP, sapaan akrabnya. (hrp/kus/nn)

Sumber : Jawa Pos, 15 November 2013

Catatan :

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Fungi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, DPRD menerima Laporan Hasil Pemeriksaan BPK. DPRD meminta Pemerintah Daerah untuk menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK. DPRD dapat meminta laporan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dari Pemerintah Daerah.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) peraturan tersebut, DPRD melakukan pembahasan atas laporan hasil pemeriksaan BPK dalam Rapat Panitia Kerja.

Berdasarkan Pasal 6 peraturan tersebut, pembahasan hasil laporan pemeriksaan BPK dilaksanakan dengan tahap sebagai berikut:

  1. Pembahasan atas laporan hasil pemeriksaan BPK dilakukan oleh DPRD paling lambat 2 (dua) minggu setelah menerima laporan hasil pemeriksaan BPK.
  2. Pembahasan oleh DPRD diselesaikan dalam waktu paling lambat 1 (satu) minggu.
  3. Dalam pelaksanaan pembahasan, DPRD dapat melakukan konsultasi dengan BPK.
  4. Pimpinan DPRD mengagendakan dalam pembahasan Sidang Paripurna DPRD.
  5. Laporan hasil pembahasan, dapat berupa usulan :
  1.           meminta BPK untuk memberikan penjelasan kepada DPRD atas laporan hasil pemeriksaan BPK, dalam hal menemukan ketidakjelasan atas aspek tertentu dan/atau temuan di satuan kerja tertentu yang tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan BPK; dan
  2. meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, dalam hal menemukan aspek-aspek tertentu dan/atau temuan di satuan kerja tertentu yang tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan BPK yang memerlukan pendalaman lebih lanjut.


[1] Dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, hibah adalah pemberian bantuan uang/barang atau jasa dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, Perusahaan Daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

[2] Komite Olahraga Nasional Indonesia

[3] Parlemen : badan yang terdiri atas wakil-wakil rakyat yang dipilh dan bertanggung jawab atas perundang-undangan dan pengendalian anggaran keuangan negara. (KBBI)

[4] Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Negeri merupakan kejaksaan yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota.

[5] Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

[6] Indikasi adalah tanda-tanda yang menarik perhatian. (kbbi)

[7] Berdasarkan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

[8] Kesatuan Bangsa, Pemuda, dan Olahraga.

[9] Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.