Korupsi Dana Hibah Tembakau

Dirut Bank Bantul Hari Ini Beri Kesaksian

            JOGJA –Direktur Utama (Dirut) PD BPR[1] Bank Bantul Aristini Sriyatun dipastikan hadir dalam persidangan kasus dugaan korupsi[2] dana hibah[3] tembakau Virginia dengan terdakwa Edy Suhariyanta di Pengadlan Tindak Pidana Korupsi[4] Jogja, hari ini.

            Aristini dalam persidangan tersebut dihadirkan sebagai saksi[5] atas dugaan korupsi yang dilakukan oleh Edy, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan.

            “Iya, ibu mendapatkan undangan untuk hadir dalam persidangan, besok. Kapasitas ibu dalam persidangan tersebut adalah sebagai saksi,” kata kuasa hukum Dirut BPR Bank Bantul. Aristini Sriyatun, Aciel Suyanto kepada Harian Jogja, Minggu (12/1).

            Menurut dia, dalam persidangan tersebut nanti kliennya akan memberikan kesaksian seputaran pengucuran dana untuk pengembangan tembakau Virginia.

            Sebagaimana diketahui Bank Bantul telah mengucurkan kredit kepada Sudjono [terdakwa[6] yang telah divonis 1,5 tahun sesuai dengan nilai agunan[7] yang dijaminkan kelompok tani pada 2003.

            Saat itu Sudjono mengajukan kredit[8] yang disertai surat perjanjian proyek pengadaan tembakau virginia bersama kelompok. Karena dinilai prospektif dan nilainya lebih besar tiga kali dibanding nilai kredit maka dana sebesar Rp576 juta dikucurkan oleh Bank Bantul.

            Saat itu, Sudjono menambahkan agunan lain berupa tiga sertifikat tanah pekarangan. Adapun sejak 2003 hingga 2013 nilai kredit tembakau virginia meningkat menjadi sebesar Rp 984 juta.

            Sudjono telah mengangsur sebanyak 15 kali dan terakhir pembayaran pada akhir November 2010, sehingga saat ini nilai kredit tersisa Rp275 juta karena telah mengembaikan sebesar Rp709 juta.

            Sebagian angsuran berasal dari uang pribadi Sudjono dan dana hibah 2009 sebesar Rp100 juta. “Bank Bantul kemudian mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan, dan oleh Pengadilan nilai jaminan ditaksir mencapai Rp365 juta, jadi masih sisa jika digunakan untuk melunasi pinjaman dari Sudjono,” katanya.

            Di sisi lain, kehadiran Aristini adalah untuk melengkapi kesaksian yang diberikan mantan Bupati Bantul, Idham Samawi. Mantan orang nomor satu di Bantul itu sempat hadir, Rabu (8/1).

            Idham saat itu mengaku mengeluarkan dana Rp100 juta dari kantong pribadinya untuk membantu pengembalian uang senilai Rp420 juta sesuai denga rekomendasi[9] dari BPK.

            Selain Idham, terdakwa[10] Edy Suhariyanta juga mengeluarkan uang senilai Rp150 juta dan sisanya menggunakan dana dari kelompok tani yang bersangkutan.

            Menurut Idham, pengembalian dana ke negara itu bukan berasal dari uang yang dititipkan ke Bank Bantul. Sementara untuk kasus kerugian negara[11], dia mengaku mengetahui berdasarkan pada laporan BPK.

            “Karena saya sebelumnya memang tidak tahu. Saya sempat menanyakan mengenai dana yang disetor ke Bank Bantul ke pak Edy, dan jawabannya itu adalah titipan,” imbuhnya.

            Dia juga menandaskan pada pengucuran dana hibah tahap kedua sebesar Rp270 juta , dirinya tidak mengetahui jika digunakan oleh kelompok tani utnuk menggusur ke Bank Jogja.

Sumber: Harian Jogja, 13 Januari 2014

 

Catatan:

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.

Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungn Saksi dan Korban, LPSK merupakan lembaga yang mandiri, berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia, serta mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan.

LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada saksi dan/atau korban, termasuk keluarganya, sejak ditandatanganinya pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi dan korban. Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi dan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

  1. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan;
  2. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk menaati aturan yang berkenaan dengankeselamatannya;
  3. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk tidak berhubungan dengan cara apa pun denganorang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK;
  4. kewajiban Saksi dan/atau Korban untuk tidak memberitahukan kepada siapa pun mengenaikeberadaannya di bawah perlindungan LPSK; dan
  5. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK.

LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang ini.LPSK bertanggung jawab kepada Presiden serta membuat laporan secara berkala tentang pelaksanaan tugas LPSK kepada DewanPerwakilan Rakyat paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.

[1] Perusahaan Dagang Bank Perkreditan Rakyat.

[2]Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomiannegara.

[3] Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.

[4] Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum.

[5] Berdasarkan Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

[6] Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.

[7] Berdasarkan Pasal 1 angka 25. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Perbankan, Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

[8] Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

[9]Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Kerugian Negara, rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.

[10]Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.

[11]Berdasarkan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.