Piutang Pajak Ditargetkan Rp 4,8 Miliar

YOGYAKARTA – Pemkot[1]Yogyakarta menargetkan mampu menagih pajak terutang dari masyarakat sebanyak Rp4,8 miliar tahun ini.

Kepala Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta Kadri Renggono mengatakan, keberadaan piutang[2] pajak yang ditargetkan dapat ditarik tersebut mempertimbangkan potensi, data, dan skala prioritas. “BPK juga ikut memonitor. Missal PBB[3] itu kan juga ada yang menunggak. Kami tidak diam, tetap kami tagih,” katanya.

Untuk rekening pajak, saat ini Pemkot Yogyakarta telah mengikuti rekomendasi[4] dari BPK yang menyebutkan, perolehan pajak daerah[5] mulai 2014 harus dipisahkan menjadi dua rekening.

Satu rekening untuk mencatatkan perolehan pajak tahun berjalan, dan satu rekening untuk mencatat hasil penagihan pajak terutang[6].

“Mulai sekarang harus ada dua rekening. Karena tiap tahun pasti ada pembayaran tunggakan pajak yang masuk dalam piutang,” katanya.

Selama ini perolehan pajak baik dari terutang maupun tahun berjalan, masuk dalam satu rekening yakni pajak daerah. Dengan kebijakan baru tersebut, untuk target perolehan pajak 2014 senilai Rp239 miliar terdiri dari Rp4,8 miliar adalah piutang pajak dan Rp234,1 miliar adalah perolehan pajak dari tahun berjalan.

Pajak hingga kini masih menjadi sumber pendapatan terbesar bagi Pemkot Yogyakarta. Dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2014 sebanyak Rp345,155 miliar yang disusun KUAPPAS[7], penerimaan dari pajak sebanyak Rp239 miliar.

Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD Kota Yogyakarta M. Ali Fahmi menilai, potensi pendapatan pajak daerah sebenarnya masih bisa dinaikkan. Target yang dipasang tersebut masih terbatas pada kemampuan dasar yang dimiliki oleh pemerintah daerah. “Targetnya sebenarnya masih bisa lebih tinggi,” katanya.

Potensi yang terlihat seperti keberadaan hotel dan restoran yang semakin banyak dibuka oleh masyarakat disebutkannya menjadi salah satu yang terlihat. Pertambahan jumlah hotel yang terjadi akhir-akhir ini disebutkannya, seharusnya diikuti dengan peningkatan potensi pendapatan bagi pemerintah daerah.

“Hotel saat ini bak jamur cendawan di musim hujan. Potensinya kan sangat banyak, ini seharusnya diikuti dengan peningkatan yang signifikan dan proyeksinya. Sementara tahun ini (2014) kayaknya peningkatan yang ditargetkan hanya Rp22 miliar saja,” tandasnya.

Sumber: Seputar Indonesia, 8 Januari 2014

Catatan:

Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Sebagaimana diatur dalamPasal 2 ayat (1) dan ayat(2) undang-undang tersebut, pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

  1. Jenis Pajak provinsi, terdiri atas:
    1. Pajak Kendaraan Bermotor;
    2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
    3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
    4. Pajak Air Permukaan; dan
    5. Pajak Rokok
  2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
    1. Pajak Hotel;
    2. Pajak Restoran;
    3. Pajak Hiburan;
    4. Pajak Reklame;
    5. Pajak Penerangan Jalan;
    6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
    7. Pajak Parkir;
    8. Pajak Air Tanah;
    9. Pajak Sarang Burung Walet;
    10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan
    11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

[1] Pemkot (Pemerintah Kota)

[2] Piutang adalah 1 uang yang dipinjamkan (yang dapat ditagih dr seseorang); utang-piutang, uang yg dipinjam dr orang lain dan yangg dipinjamkan kpd orang lain; 2 tagihan uang perusahaan kepada para pelanggan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun sejak tanggal keluarnya tagihan. (KBBI)

[3] PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).

[4] Berdasarkan Pasal 1 angka 12. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, rekomendasi adalah saran dari pemeriksaberdasarkan hasil pemeriksaannya, yangditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atauperbaikan.

[5] Berdasarkan Pasal 1 angka 10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

[6] Berdasarkan Pasal 1 angka 48. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

[7] KUAPPAS (Kebijakan Umum Anggaran Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara).