Pukat UGM Tuding Kinerja Kejati Lambat

Tuntaskan Kasus Hibah Persiba

JOGJA – Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi FH UGM mengkritisi kinerja Kejati DIJ[1] dalam penanganan kasus-kasus korupsi. Di antaranya menyangkut penuntasan kasus hibah[2] Persiba[3] Bantul senilai Rp12,5 miliar.

“Pemeriksaan yang dilakukan Kejati lambat,” tuding peneliti Pukat Korupsi UGM Hifdzil Alim kemarin (6/1).

Ia mendesak Kejati agar secepatnya menuntaskan penyidikan[4] perkara yang mengundang atensi[5] masyarakat DIJ tersebut. Soal lambatnya kinerja Kejati, Boy sapaan akrabnya, mengatakan sejak bekas Bupati Bantul Idham Samawi dan mantan Kepala Kantor Pemuda Olehraga Bantul Edy Bowo Nurcahyo ditetapkan sebagai tersangka[6] pada 18 Juli 2013, sampai saat ini juga masih bebas karena belum ditahan.

“Seharusnya Kejati bisa lebih cepat. Apalagi bukti-bukti dan keterangan saksi[7]-saksi lebih dari cukup,” tambah Boy.

Terkait dengan alasan Kejati masih membutuhkan perhitungan kerugian keuangan negara[8] dari lembaga auditor seperti BPK atau BPKP, ia mengaku bisa memahaminya.

Menurut dia, perhitungan itu wajib dilakukan agar saat pembuktian di pengadilan tak ada persoalan. Ini merujuk pembuktian yang dilakukan jaksa[9]-jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat di persidangan.

“Pembuktiannya kalau bisa memang bisa seperti KPK. Alat bukti cukup, dan terdakwa[10] tak bisa mengelak,” lanjutnya.

Sebelumnya saat Rapat Evaluasi Kinerja 2013, Kepala Kejati DIJ Suyadi SH optimistis pada 2014 ini perkara hibah Persiba diajukan ke Pengadilan Tipikor[11] Jogja.

“Kami sudah ajukan audit perhitungan kerugian keuangan negara. Ini bisa dilakukan BPK maupun BPKP,” tegas Suyadi.

Setelah audit selesai, maka nilai kerugian keuangan negara dalam perkara itu akan menambah alat bukti bagi Kejati.

“Audit tersebut sangat penting. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan tersangka,” lanjutnya.

Selama ini penyidik[12] Kejati telah memeriksa sekitar 80 orang saksi. Bahkan juga mendatangi sejumlah kota yang menjadi lokasi pertandingan tandang Persiba pada musim kompetisi 2011 silam. Hasilnya ada indikasi penggelembungan anggaran yang semakin sulit dibantah.

“Hasil penyidikansemuanya mengarah terjadinya tindak pidana korupsi. Sekarang, semua berjalan untuk segera diselesaikan,” ungkap mantan Aspidsus Kejati[13] Jawa Barat ini. Soal rencana penahanan kedua tersangka, Kajati[14] mengaku harus berkoordinasi dengan tim penyidik. Sebab, yang berwenang mengajukan penahanan adalah penyidik.

“Kalau arahnya memang ada upaya menghilangkan barang bukti, mengulang perbuatan, dan melarikan diri, bisa kami tahan,” Jaksa Tinggi kelahiran Godean, Sleman ini. (eri/kus/rv)

Sumber: Jawa Pos, 7 Januari 2014

Catatan:

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.

Dalam melaksanakan tugasnya, BPK memiliki beberapa kewenangan yang diatur dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006. Salah satu kewenangan BPK adalah menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian tersebut ditetapkan dengan keputusan BPK.

[1]Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Jogjakarta

[2]Berdasarkan Pasal 1 angka 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, hibah adalah pemberian bantuan uang/barang atau jasa dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, Perusahaan Daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.

[3]Persatuan Sepakbola Indonesia Bantul

[4]Berdasarkan Pasal 1 angka 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

[5]Atensi adalah perhatian; minat (KBBI)

[6]Berdasarkan Pasal 1 angka 14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

[7]Berdasarkan Pasal 1 angka 26. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.

[8]Berdasarkan Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

[9]Berdasarkan Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

[10]Berdasarkan Pasal 1 angka 15. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.

[11]Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi. Hal ini diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

[12]Berdasarkan Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

[13]Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi

[14]Kepala Kejaksaan Tinggi