Kejati DIY Fokus Kerugian Negara

Segera Ajukan Dokumen Kasus Hibah Persiba ke BPK atau BPKP

Yogyakarta – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY segera  menyerahkan dokumen pendukung kepada auditor negara[1]dalam kasus dana hibah[2] Persiba[3].

Tujuannya agar bisa diketahui berapa jumlah pasti kerugian keuangan negara[4] pada kasus yang sudah diusut sejak awal tahun2013 lalu.

”Kami hitung dulu berapa kerugian negaranya[5],” kata Kepala Kejati atau Kajati DIY Suyadi kepada wartawan, kemarin.

Tim penyidik[6] memang telah memeriksa puluhan saksi[7]. Bahkan yang terakhir, Wakil Bupati Bantul Sumarno PRS telah dimintai keterangannya. Sambil menunggu evaluasi[8]hasil pemeriksaan, kini penyidik juga akan mulai fokus melihat jumlah kerugian keuangan negara dalam kasus dana hibah senilai Rp12,5 miliar ini. “Untuk melengkapi berkas penyidikan[9], kami menunggu hasil audit selesai. Kami akan minta bantuan auditor negara, bisa BadanPemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP),” kata Suyadi.

Saat ditanya apa perlu tim penyidik memanggil Bupati Bantul Sri Suyarwidati jika melihat pemeriksaan terhadap Wabup Sumarno soal NaskahPerjanjian Hibah Daerah (NPHD)[10], Suyadi melihat hal itu bisa dilakukan. Asal berkaitan dengan materi penyidikandan keterangannya diperlukan penyidik. “Itu bisa, tapi kami fokus dulu untuk ini (pemeriksaan Sumarno),” katanya.

Kejati DIY pun serius untuk segera menuntaskan penyidikan kasus dana hibah ini diawal 2014. Karena itu, pegiat antikorupi Jogja Corruption Watch (JCW) meminta keseriusan tim penyidik Kejati harus tetap dijaga. Agar menjelang akhir tahap penyidikan tidak mendapat intervensi[11] dari pihak luar yang justru merugikan dan menggangu penuntasan kasus. “Yang pasti, profesionalisme penyidik akan diuji menjelang tahap akhir proses penyidikan. Tim penyidik harus mengumpulkan bukti-bukti yang kuat agar tidak melempem saat proses persidangan nati,” kata aktivis JCW Baharudin Kamba.

Selain itu, JCW juga mendesak Kejati untuk memanggil bupati Bantul. Adanya Surat Kuasa Penandatanganan NPHD dari bupati ke wakil bupati wajib ditelusuri tim penyidik. Dia beralasan tercium aroma KKN (Korupsi[12], Kolusi[13], dan Nepotisme[14]) dalam proses penandatanganan NPHD ini. “Banyak kejanggalan, semua pihak yang terlibat harus diperiksa. Agar semuanya menjadi terang dan tidak menjadi pertanyaan publik,” tandasnya.(ristu hanafi)

Sumber: Seputar Indonesia, 4 Januari 2014

 

Catatan :

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan satu lembaga yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Tugas BPK berdasarkan Pasal 6 ayat (1)undang-undang tersebut adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan pemeriksa Keuangan, dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang :

  1. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;
  2. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
  3. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
  4. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
  5. menetapkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
  6. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
  7. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;
  8. membina jabatan fungsional Pemeriksa;
  9. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintah; dan
  10. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendaliaan intern pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.

[1]Auditor negara adalah pejabat negara yang berwenang menguji dan mengesahkan laporan keuangan. (KBBI)

[2]Hibah adalah Pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain (KBBI). Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 46.1 Tahun 2012 tentang Tata Cara Hibah dan Bantuan Sosial, hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah.

[3]PersatuanSepak Bola Indonesia Bantul.

[4]Berdasarkan Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

[5]Berdasarkan Pasal 1 angka 22. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerbendaharaan Negara, kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

[6]Berdasarkan Pasal 1 angka 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan

[7]Berdasarkan Pasal 1 angka 26. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.

[8]Evaluasi adalah memberikan penilaian pada suatu perihal. (KBBI)

[9]Berdasarkan Pasal 1 angka 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP), penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

[10]Berdasarkan Pasal 1 angka 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendaparan dan Belanja Daerah, Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) adalah naskah perjanjian hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah antara pemerintah daerah dengan penerima hibah.

[11]Intervensi adalah campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak (orang, golongan, negara, dsb).

[12]Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

[13]Berdasarkan Pasal 1 angka 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yan merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.

[14]Berdasarkan Pasal 1 angka 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.