32 Sertifikat Tanah Milik Pemkab Gunungkidul Raib

GUNUNGKIDUL– Sebanyak 32 sertifikat tanah[1] milik Pemkab[2] Gunungkidul diketahui raib dan tidak diketahui keberadaannya. Hilangnya puluhan sertifikat tanah milik Pemkab ini, diketahui saat audit[3] Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2012 lalu.

            Dari laporan audit BPK diketahui Pemkab memiliki 453 bidang petak tanah. Namun demikian, dari jumlah tersebut baru 236 yang memiliki sertifikat, sementara sisanya belum disertifikatkan. “Dari jumlah tersebut, hasil audit BPK menyebutkan 32 sertifikat tidak diketahui keberadaannya, kami langsung melakukan penelusuran,” ucap Sekretaris Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset[4] Daerah (DPPKAD) Supartono kepada wartawan kemarin.

            Menurutnya, semua sertifikat milik Pemkab hingga saat ini belum masuk DPPKAD. Semua masih disimpan di Bagian Pemerintahan dan Umum. “Karena saat Pemkab menyertifikatkan tanah, DPPKAD belum ada dan masih bergabung dengan Bagian Pemerintahan dan Umum,” kata dia. Semestinya, setelah DPPKAD berdiri sendiri sebagai dinas baru, semua aset milik Pemkab termasuk sertifikat tanah dilaporkan dan diserahkan ke DPPKAD. “Namun hingga kini, belum ada sertifikat tanah yang ada di dinas kami,” ucap dia.

            Sementara itu, Ketua Komisi[5] A DPRD Gunungkidul Slamet mengungkapkan, hilangnya sertifikat tersebut menunjukkan keteledoran[6] Pemkab dalam menjaga asetnya.

            Menurutnya, sertifikat tanah merupakan dokumen[7] penting yang seharusnya dijaga dan disimpan. “Ini penting, keberadaan sertifikat tanah ini harus segera ditelusuri.  Sangat aneh kalau sertifikat milik Pemkab ini hilang. Memalukan dong?” ucapnya.

            Dengan temuan BPK ini, dia berharap DPPKAD bekerja cepat untuk melakukan pencarian. Jangan sampai justru sertifikat tersebut tidak ada pertanggungjawabnya. “Ini penting. Jangan sampai terlambat untuk melakukan penelusuran. Kalau ada di bank kan repot,” ucap politikus[8] Golkar[9] ini.

            Dalam waktu dekat Komisi A berjanji akan mengundang DPPKAD untuk klarifikasi[10] raibnya 32 sertifikat tersebut.” Sebagai bentuk pengawasan, kami akan memanggil dinas untuk klarifikasi, termasuk kemungkinan alasan hilangnya sertifikat tersebut,” ucap Slamet.

            Jangan sampai, sertifikat ini digunakan pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab dengan alasan untuk kepentingan Pemkab.” Jadi ini persoalan yang serius juga,” tandasnya. (suharjono)
Sumber: Seputar Indonesia, 29 juli 2013

Catatan:

            Dalam rangka menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah Indonesia maka diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran tersebut meliputi:

  1. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
  2. pendaftaran hak-hak atas tanah dan bukti perlaihan hak-hak tersebut; dan
  3. pemberian surat-surat tanda-bukti-hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

            Pendaftaran tanah itu sendiri diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraanya, menurut pertimbangan dari Menteri Agraria. Sementara  untuk biaya-biaya yang timbul dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah. Hal-hal di atas tersebut  diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

            Sertifikat tanah dalam hal ini sebagai surat tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

            Pengelolaan tanah sebagai aset negara/daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Barang Milik Negara. Peraturan tersebut mengatur mengenai pengelolaan Barang Milik Negara yang terdiri atas:

  1. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
  2. pengadaan;
  3. penggunaan;
  4. pemanfaatan;
  5. pengamanan dan pemeliharaan;
  6. penilaian;
  7. penghapusan;
  8. pemindahtanganan;
  9. penatausahaan;
  10. pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.



[1]Surat bukti pemilikan tanah yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang (KBBI).

[2] Pemerintah Kabupaten

[3] Pemeriksaan pembukuan tentang keuangan (perusahaan, bank, dsb) secara berkala; pengujian efektivitas keluar masuknya uang dan penilaian kewajaran laporan yang dihasilkannya (KBBI).

[4] Sesuatu yang mempunyai nilai tukar;modal; kekayaan (KBBI).

[5] Sekelompok orang yang ditunjuk (diberi wewenang) oleh pemerintah, rapat, dsb untuk menjalankan fungsi (tugas) tertentu (KBBI).

[6] Perihal teledor; kelalaian; kelengahan; kemalasan; kelambatan (KBBI).

[7] Surat yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti keterangan (seperti akta kelahiran, surat nikah, surat perjanjian); barang cetakan atau naskah karangan yang dikirim melalui pos; rekaman suara, gambar dalam  film, dsb yang dapat dijadikan bukti keterangan (KBBI)

[8] Ahli politik; ahli kenegaraan;orang yang berkecimpung dalam bidang politik (KBBI).

[9] Golongan Karya.

[10]Penjernihan, penjelasan, dan pengembalian kepada apa yang sebenarnya (KBBI).