Dinas PUP Kena Jewer BPK

Pemberian Bantuan Tak Tepat Sasaran

SLEMAN- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam pemberian bantuan pembangunan perumahan masyarakat kurang mampu melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUP) Sleman.

BPK menilai bantuan bagi 53 penerima sebesar Rp575.529.000 tidak tepat sasaran. Alasannya, penentuan penerima tidak mendasarkan pada Peraturan Bupati No 4/2010 tentang Bantuan Stimulan Bagi Masyarakat untuk Kegiatan Pembangunan Fisik. Ke-53 penerima yang tersebar di 13 kecamatan tidak termasuk keluarga miskin yang ditetapkan dalam Keputusan Bupati Nomor 254/Kep.KDH/A/2011 tentang Keluarga Miskin Tahun 2011.

Temuan itu menjadi catatan BPK dalam memberikan opini[1] laporan hasil pemeriksaan[2] atas laporan keuangan[3] Pemkab[4] Sleman 2012. BPK menilai Dinas PUP tidak patuh terhadap perundang-undangan.

Atas temuan itu BPK menyarankan Bupati menegur tertulis Kepala Dinas PUP supaya mematuhi ketentuan yang berlaku dalam mengusulkan calon penerima bantuan.

Kepala Dinas PUP Nurbandi menyatakan, pertimbangan pemberian bantuan berdasarkan proposal usulan yang disampaikan ke dinas melalui Kepala Desa atau Camat. Itupun setelah dilakukan verifikasi[5] oleh tim dengan cek fisik rumah calon penerima bantuan. “Memang tidak semua penerima bantuan itu masuk daftar warga miskin sesuai Keputusan Bupati,” jelasnya kemarin (11/6).

Kendati begitu, Nurbandi menegaskan hanya warga yang rumahnya tak layak huni berhak atas bantuan. Hasil verifikasi juga menentukan besaran bantuan mulai Rp5 juta – Rp11 juta. “Jadi nggak semua bantuan diberikan sesuai pengajuan proposal,” lanjut Nurbandi.

Nurbandi berjanji, untuk selanjutnya bantuan diberikan harus dilengkapi bukti penerima adalah warga miskin sesuai Keputusan Bupati. Tahun 2012, Pemkab merealisasikan bantuan perumahan masyarakat kurang mampu sebesar Rp3,6 miliar. Bagi 338 penerima.

Anggota Komisi C DPRD Sleman Huda Tri Yudiana mengingatkan tim eksekutif agar selalu berkoordinasi[6] dengan legislatif[7] dalam menetukan objek sasaran bantuan agar pelaksanaannya efektif[8] dan efisien[9]. “Ini berlaku pada kasus apapun. Kalau sama-sama, kan tak dua kali kerja,“ ucapnya.

Di sisi lain, dia juga mengimbau agar kecerobohan yang menuai kritik BPK tidak terulang lagi untuk mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) laporan keuangan Pemkab Sleman. (yog/din/rg)

 

Sumber: Jawa Pos, 12 Juni 2013

 

Catatan:

Berdasarkan penjelasan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada beberapa kriteria:

  1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan;
  2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures);
  3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan
  4. Efektivitas sistem pengendalian intern.

Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni

  1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion),
  2. Opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion),
  3. Opini Tidak Wajar (adversed opinion), dan

Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).



[1] Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

[2] Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah produk dari BPK yang merupakan hasil akhir dari hasil pemeriksaan.

[3] Berdasarkan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, laporan keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban yang berisi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.

[4] Pemerintah Kabupaten.

[5] Verifikasi adalah pemeriksaan terhadap kebenaran laporan, pernyataan, perhitungan uang. (KBBI)

 

[6] Berkoordinasi adalah perihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur. (KBBI)

[7] Legislatif adalah dewan yang berwenang membuat undang-undang. (KBBI)

[8] Efektif adalah manjur; dapat membawa hasil; mulai berlaku. (KBBI).

[9] Efisien adalah tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu; mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat; berdaya guna; bertepat guna. (KBBI)