Setwan Diminta Tagih Tunjangan

JOGJA – Pos anggaran tunjangan[1] kerja senilai Rp115,5 juta untuk tiga Anggota DPRD DIY non aktif yakni Ternalem dan Bambang Eko Prabowo (Fraksi[2] PDIP) serta Rojak Harudin (Fraksi PKB) berakhir dengan penagihan.

Pansus[3] DPRD DIY terkait tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan[4] Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DIY, mengeluarkan rekomendasi[5] khusus yaitu meminta Setwan[6] DPRD DIY segera menagih dana yang diterima tiga politisi[7] asal Gunungkidul tersebut.

Demikian terungkap melalui Rapat Paripurna[8] DPRD DIY perihal laporan Pansus terkait hasil pembahasan LHP-BPK Tahun 2012, Senin (10/6) kemarin.

Pansus mencermati, tunjangan yang diterima sejak ketiganya dijadikan terdakwa[9] kasus dana tunjangan DPRD Gunungkidul 1999-2004 harus dikembalikan.

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 16/2010 Pasal 112 ayat (6) disebutkan, pemberhentian sementara berlaku terhitung mulai tanggal Anggota DPRD yang bersangkutan ditetapkan sebagai terdakwa dan telah diberhentikan sementara sejak 27 September  2012.

Tiga politisi ini tidak memperoleh hak tunjangan seperti tunjangan konsultasi, kunjungan kerja daerah, pendampingan komisi[10], bimbingan teknis, dan perjalanan dalam daerah. Namun, dalam kurun beberapa bulan setelah ditetapkan terdakwa, ketiganya masih menerima tunjangan sehingga harus dikembalikan.

“Setwan agar menindaklanjuti temuan BPK yang terkait tiga Anggota DPRD yang sedang bersoalkan hukum,” ujar Juru Bicara Pansus, Putut Wiryawan, saat membacakan satu dari sepuluh poin rekomendasi khusus yang dikeluarkan Pansus LHP-BPK.

Dari LHP-BPK Nomor 13C/LHP/XVIII.YOG/05/2013, diketahui terdapat pembayaran penghasilan dan kegiatan kepada tiga anggota dewan berstatus[11] terdakwa yang tidak sesuai ketentuan.

Dengan besaran seluruhnya Rp113,5 juta dana tersebut terbagi untuk Rojak Harudin sebesar Rp36,3 juta, Bambang Eko Prabowo sebesar Rp51 juta, dan Ternalem sebesar Rp46,1 juta.

Sekretaris DPRD[12] DIY Drajad Ruswandono sudah melayangkan surat pemberitahuan terkait kewajiban mengembalikan dana tunjangan kepada tiga anggota dewan itu.

Diharapkan ketiganya segera mengembalikan dana tersebut dalam waktu terhitung sebelum 60 hari sejak rekomendasi BPK DIY dikeluarkan tanggal 27 Mei lalu.

“Suratnya sudah kita kirim namun belum ada tanggapan. Kapan kita mendapatkan tanggapan balik itu tinggal koordinasi[13] kita. Temuan yang dulu-dulu juga gitu. Harapannya segera ada kejelasan,” ujar Drajad usai menghadiri Rapat Paripurna.

Disinggung kemungkinan diterapkannya mekanisme[14] angsuran untuk menagih dana tunjangan kerja politisi tersebut, Drajad belum bisa memastikan.

Dia optimis[15] pengembalian dana tunjangan tersebut sudah ada kejelasan dalam waktu 60 hari. Namun demikian dia juga tidak menutup kemungkinan menerapkan mekanisme angsuran.

“Dengan cara mengangsur maksimal dua tahun itu harus ada seijin Gubernur DIY dahulu,” kata Drajad.

Dari laporan Pansus, beragam temuan LHP-BPK di berbagai SKPD ditindaklanjuti Pansus dengan mengeluarkan dua rekomendasi umum dan rekomendasi khusus. Terdapat sepuluh rekomendasi khusus untuk segera ditindaklanjuti oleh eksekutif[16].

Poin rekomendasi terbanyak ditujukan kepada Dinas Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY. Antara lain Pansus meminta kepada Disdikpora DIY untuk menarik uang muka pekerjaan pengadaan gamelan[17] sebesar Rp362,4 dan mencairkan jaminan pelaksanaan sebesar Rp60,4 juta untuk disetor ke kas daerah.

Kelebihan bayar pembangunan SMA 1 Wonosari sebesar Rp349,8 juta juga perlu ditarik. Demikian pula kelebihan pembayaran pembangunan SLBN 2 Bantul sebesar Rp29,2 juta dan menarik denda keterlambatan sebesar Rp6,3 juta pada pekerjaan gedung SMPN 1 Wonosari dan KPPD Gunungkidul.

“Kami meminta kepada gubernur beserta seluruh jajaran eksekutif untuk segera menindak lanjuti rekomendasi dalam LHP-BPK dan memberikan jawaban atau penjelasan tentang tindaklanjut tersebut kepada BPK dan DPRD DIY paling lambat 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan diterima,” ungkap Putut membacakan satu dari lima rekomendasi umum.(age)

Sumber : Bernas Jogja, 11 Juni 2013

Catatan:

Penghasilan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Peraturan tersebut telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004.

Ketentuan mengenai penghasilan diatur dalam Pasal 10 peraturan tersebut. Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD terdiri atas:

  1. Uang Representasi;
  2. Uang Paket;
  3. Tunjangan Jabatan;
  4. Tunjangan Panitia Musyawarah;
  5. Tunjangan Komisi;
  6. Tunjangan Panitia Anggaran;
  7. Tunjangan Badan Kehormatan; dan
  8. Tunjangan Alat Kelengkapan Lainnya.

Selain penghasilan-penghasilan tersebut, kepada Pimpinan dan Anggora DPRD juga diberikan fasilitas lain, yaitu: Tunjangan Keluarga, Tunjangan Beras, Tunjangan Komunikasi Intensif, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, Rumah Jabatan beserta perlengkapannya dan Kendaraan Dinas Jabatan untuk Pimpinan DPRD, Rumah Dinas beserta perlengkapannya untuk Anggota DPRD, serta pakaian dinas. Dalam hal Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan Rumah Jabatan Pimpinan atau Rumah Dinas Anggota DPRD, kepada yang bersangkutan diberikan Tunjangan Perumahan.

Dalam hal Pimpinan atau Anggota DPRD meninggal dunia, kepada ahli waris diberikan uang duka wafat dan bantuan biaya pengurusan jenazah. Kepada Pimpinan atau Anggota DPRD yang meninggal dunia atau mengakhiri masa baktinya diberikan uang jasa pengabdian. Hal tersebut diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 23 peraturan tersebut.



[1] Berdasarkan Pasal 1 angka 18 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tunjangan adalah adalah uang yang diberikan setiap bulan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD karena kedudukannya sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD.

[2] Berdasarkan Pasal 28 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, fraksi dibentuk sebagai wadah berhimpun Anggota DPRD, untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD, serta hak dan kewajiban Anggota DPRD.

[3] Berdasarkan Pasal 58 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Pansus adalah singkatan dari Panitia Khusus yaitu alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap.

[4] Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,  Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah produk dari BPK yang merupakan hasil akhir dari hasil pemeriksaan.

[5] Rekomendasi adalah saran yang menganjurkan (membenarkan, menguatkan). (KBBI)

[6] Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Setwan adalah singkatan dari Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta yang selanjutnya disebut Sekretariat DPRD.

[7] Politisi adalah orang yang berkecimpung dalam bidang politik. (KBBI)

[8] Berdasarkan Pasal 60 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Rapat Paripurna merupakan forum rapat tertinggi Anggota DPRD dalam pengambilan keputusan yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD.

[9] Berdasarkan Pasal 1 angka 15. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.

[10] Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, komisi adalah Pengelompokan Anggota DPRD secara fungsional berdasarkan tugas-tugas yang ada di DPRD.

[11] Status adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan, dsb) dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya. (KBBI)

[12] Berdasarkan Pasal 1 angka 19 Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta, Sekretaris DPRD adalah pimpinan Sekretariat DPRD sebagai unsur staf yang membantu DPRD dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah DIY.

[13] Koordinasi adalah perihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur. (KBBI)

[14] Mekanisme adalah cara kerja suatu organisasi (perkumpulan). (KBBI)

[15] Optimis adalah paham (keyakinan) atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan; sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal. (KBBI)

[16] Eksekutif adalah berkenaan dengan pengurusan (pengelolaan, pemerintahan) atau penyelenggaraan sesuatu. (KBBI)

[17] Gamelan adalah perangkat alat musik Jawa (Sunda, Bali, dsb.) yang terdiri atas saron, bonang, rebab, gendang, gong, dsb. (KBBI)