Temuan BPK Harus Direspons

KULONPROGO- Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait tiket perjalanan dinas fiktif[1] karena tidak tercatat dalam manifes[2], memancing reaksi dari Jogja Coruption Watch (JCW).

JCW meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Wates untuk menindaklanjuti temuan tersebut. “Kami mendorong dan meminta Kejari Wates untuk menindaklanjuti temuan BPK,” kata aktivis JCW Baharudin Kamba kemarin. Menurut Bahar, dengan adanya temuan BPK, Kejari Wates dapat memanggil sekretariat daerah untuk meminta keterangan. Dia menilai temuan BPK bahwa perjalanan dinas (Perdin) fiktif itu merugikan keuangan negara akan memudahkan Kejari memproses secara hukum.

“Sudah ada temuan dan kerugian dari temuan itu jelas. Jadi semestinya tidak sulit bagi Kejari untuk memproses temuan itu secara hukum. Kejari bisa memanggil pihak terkait untuk meminta keterangan,” katanya.

Dia mengatakan, karena temuan BPK tidak hanya terjadi di Setda[3], Kejari juga perlu meminta keterangan Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo. Ini untuk memastikan apakah orang nomor satu di Kulonprogo itu mengetahui perihal Perdin fiktif atau tidak. “Temuan ini sangat melukai hati nurani masyarakat, dan tentu harus diusut tuntas. Jangan dibiarkan hilang begitu saja. Bupati juga perlu dimintai keterangan untuk memastikan dia tahu atau tidak kasus ini,” ucapnya.

Sebelumnya, BPK menemukan adanya 18 Perdin yang tidak tercatat dalam manifes. Tak hanya itu, ada juga Perdin atas nama orang lain dengan tujuan berbeda pula. Serta belanja yang tidak sesuai harga barang dan jasa.

Anggota Banggar DPRD Kulonprogo, Agus Sujarwo, mengatakan, kerugian negara mencapai Rp48.576.000,00. Menurutnya, temuan BPK di Setda adalah catatan terburuk bagi pemerintah.

“Pemerintah sudah melanggar komitmen yang mereka buat dan dituangkan dalam SHBJ. Padahal SHBJ dibuat oleh bupati dan perangkat daerah yakni Setda, tetapi dalam pelaksanaannya mereka langgar sendiri,” katanya. Sodik

Sumber: Seputar Indonesia, 7 Juni 2013

Catatan:

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap Pasal 1 angka 1, Perjalanan Dinas Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Perjalanan Dinas adalah perjalanan ke luar tempat kedudukan yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia untuk kepentingan negara.

Kerugian Negara/Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 angka 1 adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Standar Harga Barang dan Jasa (SHBJ) 2012 ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.02/2011 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2012. Peraturan tersebut merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Dalam Pasal 1 angka 1. Peraturan Menteri Keuangan tersebut dinyatakan bahwa standar biaya adalah satuan penghitungan kebutuhan anggaran dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, baik berupa Standar Biaya Masukan maupun Standar Biaya Keluaran.

 



[1] Fiktif: bersifat fiksi (tidak sesuai kenyataan).

[2] Manifes: pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan seseorang atau suatu kelompok.

[3] Sekretariat daerah (disingkat setda) adalah unsur pembantu pimpinan pemerintah daerah, yang dipimpin oleh sekretaris daerah (disingkat sekda); daftar isi muatan yg diangkut kapal, yg memuat jumlah merek dan nomor barang muatan, nama pengirim, serta alamat yg dituju; konosemen; surat muatan.