Sekda Bingung Permintaan DPRD DIY

KULONPROGO- Sekretaris Daerah[i] Kulonprogo Astungkoro mempertanyakan sikap DPRD DIY yang menginginkan proyek pelabuhan segera diaudit investigatif.

Astungkoro mengatakan sebenarnya audit sudah pernah dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan. Karena itu, dia tidak tahu bagian mana dari pelabuhan tersebut yang perlu diaudit lagi oleh BPK seperti yang diminta Komisi B DPRD DIY.

“Dulu sudah pernah diperiksa BPK. Saya tidak tahu yang dipermasalahkan yang mana. Mungkin yang dilihat yang dialur, kalau itu kan baru akan dianggarkan tahun ini,” ujar dia saat ditemui Harian Jogja, Kamis (11/4).

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Andung Prihadi mempersilahkan BPK menggelar audit investigatif[ii] tetapi perlu ada dialog terlebih dahulu perihal persoalan apa yang tengah disorot DPRD. “Sesuai dengan undang-undang ada kewenangan pengawasan dari Komisi B dan tindak lanjutnya berupa audit,” ujar Andung.

Andung mengaku kaget dengan keinginan para wakil rakyat itu karena sebelumnya Komisi B belum pernah mempertanyakan hal tersebut dengan DKP. “Tiba-tiba ada pernyataan di media seperti itu. Karena itu, dalam rapat kerja bakal kami bahas karena kami ingin tahu apakah keseluruhan dari 2003-2013,” imbuh dia.

Terkait dengan desain ulang pemecah ombak pelabuhan, Andung mengatakan hal itu perlu dilakukan karena ada yang harus disempurnakan dari pemecah gelombang tersebut memang sudah bertahun-tahun berjalan sehingga perlu dievaluasi.

Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo juga mempersilahkan Komisi B DPRD DIY mendesak BPK agar segera mengaudit investigatif terhadap pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta karena proyek itu merupakan kewenangan provinsi sehingga Kulonprogo hanya mengikuti saja serta membantu agar pembangunan itu segera terlaksana. ( MG Noviarizal Fernandez)

Sumber: Harian Jogja, 12 April 2013

 

Catatan:

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan tersebut terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Dalam Pasal 6 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK. Dalam merencanakan tugas pemeriksaannya, BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.

Berdasarkan Petunjuk Teknis Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Tahun 2008 tentang Pemeriksaan Investigatif atas Indikasi Tindak Pidana Korupsi yang Mengakibatkan Kerugian Negara/Daerah, Pemeriksaan investigatif berbeda dengan pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja yang sifatnya proaktif yaitu untuk melihat kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI), terutama yang berkenaan dengan safe guarding of asset, yang rawan akan terjadinya penyimpangan.

Pemeriksaan investigatif merupakan pemeriksaan ”lanjutan” dari auditing, auditing yang lebih khusus dan mendalam, yang menuju pada pengungkapan penyimpangan. Tujuan pemeriksaan investigatif sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 adalah pemeriksaan yang dilaksanakan guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.



[i] Sekretaris Daerah : unsur pembantu pimpinan pemerintah daerah, yang dipimpin oleh sekretaris daerah (disingkat sekda). Sekretaris daerah bertugas membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, sekretaris daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.

 

[ii] Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.