Tersangka Kasus KONI Jadi 3 Orang

Kejari Tetapkan 2 Tersangka Baru

SLEMAN- Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman kemarin kembali menetapkan dua tersangka lagi pada kasus dugaan korupsi dana hibah[i] Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sleman 2010-2011.

Sementara satu tersangka[ii] yang lebih dulu ditetapkan berkasnya kini dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU)[iii] untuk segera diproses dalam persidangan.

Kepala Kejaksaan Negeri Sleman Jacob Hendrik Pattipeilohy mengatakan dua tersangka baru ditetapkan berdasarkan bukti-bukti yang lebih dari cukup, yakni merujuk keterangan saksi maupun alat bukti yang ditemukan Kejari.

Kedua tersangka tersebut, yaitu Triyana yang merupakan Wakil Ketua I dan Wahyu selaku Bendahara KONI 2010-2011.

Kedua tersangka mempunyai peran dalam pertanggungjawaban keuangan dana hibah tersebut. “Dikaitkan alat bukti yang kami peroleh dan keterangan dari para saksi. Keduanya terbukti mempunyai peran dalam pertanggungjawaban,” katanya kemarin.

Tersangka yang lebih dulu ditetapkan yakni Mujiman sebagai Ketua KONI, penyidikan pertamanya telah ditutup dan dibuka penyelidikan kedua. Berkas Mujiman telah dilimpahkan pada hari Senin (15/4) ke JPU.

“Tentu kami masih melakukan penyelidikan dengan tim yang sama,” ujarnya.

Sebagaimana yang diketahui, kasus korupsi dana hibah ke KONI Sleman yang diduga merugikan negara Rp917 juta ini merupakan dana hibah untuk pengembangan atlet. Dana hibah terbilang cukup besar, 2010 Rp8,850 miliar dan 2011 mencapai Rp16,025 miliar.

Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Sleman Sriyono mengatakan dalam pengungkapan kasus ini Kejati telah memeriksa sekitar 50 saksi dari berbagai cabang olahraga di bawah KONI Sleman.

Nanti para tersangka akan dijerat Pasal 2, 3, dan 9 Undang-Undang (UU) Tipikor. “Ada sekitar 50 saksi,” ucapnya. Ridho hidayat

 

Sumber: Seputar Indonesia, 17 April 2013

 

Catatan:

 

Pada Kabupaten Sleman, Hibah dan Bantuan Sosial diatur dalam Pasal 31 ayat (6) Peraturan Bupati Sleman Nomor 75 Tahun 2011 tentang Hibah dan Bantuan Sosial. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban hibah dan bantuan sosial diatur dalam Pasal 31 peraturan tersebut, yaitu:

  1. Penerima hibah atau bantuan sosial bertanggung jawab atas penggunaan hibah atau bantuan sosial yang diterimanya.
  2. Pertanggungjawaban penggunaan hibah atau bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
    1. laporan penggunaan hibah atau bantuan sosial;
    2. surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah berupa uang, barang, atau jasa yang diterima telah digunakan sesuai dengan NPHD.
  3. Surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa bantuan sosial telah diterimanya.
  4. Laporan penggunaan hibah atau bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat laporan realisasi kegiatan dan realisasi keuangan.
  5. Laporan penggunaan hibah atau bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani penanggung jawab penerima hibah atau bantuan sosial.
  6. Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Bupati dengan tembusan SKPD paling lambat tanggal 10 Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Mengenai peraturan yang akan dikenakan kepada para tersangka, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menyatakan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

 

Pasal 3 undang-undang tersebut juga menyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

 

Sedangkan Pasal 9 Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.”

 


[i] Dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dinyatakan bahwa “hibah adalah pemberian bantuan uang/barang atau jasa dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, Perusahaan Daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.”

 

[ii] Tersangka: seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana

 

[iii] Jaksa Penuntut Umum atau JPU adalah seseorang yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan pelaksanaan penetapan hakim. Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, seorang jaksa penuntut umum dalam pelaksanaan tugas dan wewenang:

  1. Bertindak untuk dan atas nama negara, bertanggungjawab sesuai saluran hirarki;
  2. Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasar alat bukti yang sah;
  3. Senantiasa bertindak berdasar hukum, mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan;
  4. Wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.